By Gank-Guan Djiwa
KESEHATAN, mental, pasca musibah
dr. Sigit Widyatmoko, SpPD
Sebut saja wanita separuh baya berjilbab itu Tina. Saya bertemu dengannya hampir tiga tahun yang lalu di Meulaboh, Aceh Barat. Ketika itu saya menjadi relawan bencana gempa bumi dan tsunami, utusan dari RS Sardjito Yogyakarta. Tina sebenarnya adalah perawat di bagian kamar operasi RSU Meulaboh. Peristiwa tsunami membuatnya dipindah ke bagian penyakit dalam.
”Waktu itu air sudah setinggi leher saya, Dok. Rumah saya sudah terendam. Pikiran saya hanya bagaimana menyelamatkan anak saya. Dengan memakai tandu bersama suami saya angkat anak saya dua orang, berjalan di tengah luapan air sejauh lima kilometer menuju bukit. Setiap kali gelombang air menerpa, saya berteriak, “Allahu Akbar…!”
Akhirnya Tina dan keluarganya memang selamat. Tetapi perilakunya menjadi berubah. Sebelumnya dia dikenal sebagai perawat yang kalem, tenang, dan percaya diri. Setelah peristiwa itu dia menjadi sosok yang sering gugup, mudah menangis, dan minderan. Kadang-kadang kalau melamun dia berteriak takbir. Pimpinan rumah sakit kemudian memindahkannya ke bangsal penyakit dalam karena dikhawatirkan dapat mengganggu pelaksanaan operasi.
Masih banyak beribu Tina lain di Aceh. Survei bersama yang dilakukan Universitas Syiah Kuala, IOM (International Organization of Migrant), dan Universitas Harvard pada September 2006 menemukan bahwa 65% dari penduduk Aceh yang diteliti mengalami depresi, 69% mengalami gangguan cemas, dan 34% mengalami gangguan stres paska-trauma (PTSD atau post traumatic stress disorder).
Survei berikutnya yang dipublikasikan bulan Juni tahun 2007 atau hampir tiga tahun setelah tsunami menemukan hasil yang sedikit berbeda. Penelitian yang dilakukan di komunitas-komunitas berkonflik tinggi di 14 kabupaten di Aceh ini menemukan bahwa 35% penduduk mengalami gejala depresi, 10% mengalami PTSD dan 39% gejala kecemasan. Berarti tiga tahun setelah bencana gangguan kejiwaan masih dialami oleh sebagian penduduk Aceh.
Apa itu PTSD? Istilah “Post Traumatic Stress Disorder” pada mulanya ditujukan bagi para veteran perang di Amerika Serikat. Sebutan awalnya adalah “shell shock” atau “battle fatique”, yang menunjukkan suatu gangguan kejiwaan yang dialami seseorang setelah menjalani suatu pertempuran. Istilah PTSD semakin populer di Amerika Serikat terutama sejak pemerintahan George Walker Bush. Banyak serdadu Amerika mengalami PTSD setelah berperang di Afghanistan dan Irak.
Istilah PTSD kemudian diperluas tidak hanya bagi para serdadu perang. Setiap orang yang menunjukkan gejala-gejala khas setelah mengalami suatu trauma psikologis tertentu juga disebut mengalami PTSD. Trauma psikologis itu biasanya berada di luar batas-batas pengalaman manusia yang lazim terjadi. Kebalikannya adalah trauma yang berada di dalam batas-batas pengalaman misalnya duka cita akibat kematian, penyakit kronik, konflik perkawinan, atau kerugian dagang. Trauma yang terjadi tidak hanya yang dialami oleh orang yang bersangkutan, tetapi dapat juga oleh temannya, anggota keluarganya, atau bersama-sama dengan kelompoknya.
Stressor yang menghasilkan gangguan ini selain peperangan adalah bencana alam, kecelakaan alat transportasi yang hebat, dan bencana yang sengaja dibuat manusia. Contoh yang terakhir adalah pemboman, penyiksaan, dan yang paling terkenal kamp konsentrasi. Penyekapan, penyiksaan, dan pembunuhan di kamp konsentrasi memberikan pukulan mental yang sangat berat kepada para korbannya. Peneliti dari Universitas Yale, Amerika Seriat, pada tahun 1980 mengumpulkan testimoni para korban holocaust yang masih hidup. Ternyata para korban tersebut masih mengalami PTSD. Hal ini menjungkirbalikkan tesis semula bahwa trauma memiliki rentang waktu tertentu.
Menurut Sigmund Freud trauma adalah ingatan yang direpresi. Apakah setiap trauma dapat mengakibatkan PTSD? Tentu saja tidak. Sebagaimana dikemukakan di atas, hanya trauma luar biasa saja yang dapat menyebabkan PTSD. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah jenis trauma, lamanya kejadian, berulangnya kejadian, latar belakang mental individu, dan tidak kalah penting yaitu dukungan dari teman dan keluarga.
Individu dengan latar belakang mental yang kuat akan tetap tegar meskipun mendapat trauma yang berat. Sebaliknya pada individu yang mudah luka (vulnerable), mendapat trauma yang kecil pun dapat mengalami PTSD. Karena itu sekelompok masyarakat yang sama-sama merasakan sebuah trauma dengan derajat yang sama belum tentu keluarannya akan sama pula.
Pengaruh hormonal juga ada walaupun masih dalam penelitian. Ada satu jenis hormon bernama dehydroepiandrosterone-S (DHEA-S) yang cukup signifikan dalam pembentukan stres. Makin tinggi level hormon ini pada seseorang, makin baik mereka mengontrol stresnya. Charles Morgan, seorang psikiatri dari National Center for Post-Traumatic Stress Disorder di West Haven, Connecticut, Amerika Serikat (AS) menganalisis 25 orang tentara lelaki sesudah mengikuti tes fisik dan psikologi pada sebuah simulasi kamp perang.
Para tentara tersebut diambil sampel ludah dan darahnya serta menjawab beberapa pertanyaan mengenai perasaan mereka terhadap lingkungannya. Mereka yang memiliki gejala seperti melanggar peraturan dan ketakutan disinyalir sebagai pengidap PTSD. Dari studi ini ditemukan bahwa tentara yang mempunyai kadar rasio DHEA-S tinggi dalam kortisolnya cenderung memiliki gejala PTSD yang rendah. Hal ini relevan dengan data pada kelompok sipil seperti pemadam kebakaran, petugas kepolisian dan anggota penolong darurat di mana pekerjaan mereka sangat terkait dengan stres.
Semua kelompok umur dapat mengalami PTSD. Gejalanya bervariasi antar-individu. Yang jelas manifestasi klinisnya tidak sekedar berupa gangguan depresi atau cemas. Gejala-gejala PTSD bisa berupa perasaan seolah-olah mengalami kembali peristiwa traumatik (flash back), mimpi buruk, kacaunya ingatan, perasaan kecewa, dan gangguan tidur atau insomnia. Juga reaksi kaget yang berlebihan dan waspada berlebihan.
Gejala lainnya adalah gangguan panik, ingin menghindari orang lain, penyalahgunaan zat, sampai dengan gangguan psikotik akut. Juga ada penyangkalan, yaitu penderita tidak ingin berhubungan lagi dengan sesuatu yang dapat mengingatkannya lagi dengan traumanya. Sebagai contoh ada penduduk Aceh yang takut melihat air pada beberapa bulan setelah tsunami. Pada kasus lain ada ibu muda yang ingin membunuh anaknya yang merupakan hasil hubungan gelapnya dengan seseorang yang kemudian tidak mau menjadi suaminya.
Pengobatan
Penanganan PTSD membutuhkan tim yang kompak dan berpengalaman. Untuk penanganan Aceh sudah banyak tim terjun dari dalam dan luar negeri. “Pusat Pengobatan Trauma Hyogo (Hyogo Institute for Traumatic Stress)” yang didirikan Profesor Hyogo,ahli penanggulangan bencana Gempa Bumi Kobe, terbang ke Aceh sejak bulan ke-2 dari bencana. Tim Jogja dari Bagian Jiwa RSUP Sardjito rutin mengirimkan dokter spesialis jiwa sejak awal penangangan bencana sampai sekarang. Demikian juga dari instansi pemerintah seperti BKKBN dan Departemen Sosial.
Metoda pengobatan yang sekarang banyak dikembangkan adalah prolonged exposure therapy, yang dapat membantu pasien menghadapi situasi yang ditakuti secara aman dan sistematis. Sasaran utama dari metoda ini adalah menghapuskan “penyangkalan “. Pasien menghabiskan banyak waktu dan energi untuk tidak berfikir atau berbicara mengenai trauma tsb. Dalam terapi ini pasien justru akan diarahkan untuk menceritakan peristiwa traumatik yang dialaminya.
Tujuannya untuk melatih otak agar otak tidak sensitif lagi pada peristiwa tersebut. Pasien juga diarahkan, diperkuat, dan diperbarui mekanisme adaptasinya. Hal ini supaya perasaan bersalah, marah, sedih, dsb dapat berkurang.
Metoda ini sekarang dikembangkan lagi menjadi virtual reality oleh Michael Kramer, psikolog klinis di Veteran Administration Hospital di Manhattan, AS, untuk menerapi veteran perang Iraq. Veteran tersebut diberikan pemandangan-pemandangan Iraq. Pasien dapat menavigasikan jalan-jalan, gedung-gedung, pasar, mobil, dan penduduk sipil. Dengan menggunakan tombol-tombol, dapat ditampilkan pemandangan seorang pria dewasa yang tersandung kemudian terjatuh di tengah jalan, dan minta tolong. Atau seorang anak laki-laki yang tampak di sudut jalan, melambaikan tangan, dan tampak sangat bersahabat. Pemandangan ini dapat memprovokasi kecemasan pada beberapa veteran yang sebelumnya mempunyai ketakutan akan tipu muslihat.
Meski ada yang menyejajarkan trauma akibat tsunami Aceh dengan tragedi holocaust, tetapi membandingkan musibah satu dengan yang lain tentu kurang etis. Tragedi lumpur Lapindo misalnya; apakah trauma yang dialami penduduk Sidoarjo ini bukan merupakan stressor yang sangat besar
Kehilangan rumah, sawah, sekolah, pekerjaan, lingkungan ramah, masjid, jalan tol, dan mungkin …. masa depan! Menurut berita sudah banyak yang terkena PTSD. Penanganannya jauh lebih komplek, karena bencanamya sampai sekarang masih terus terjadi. Apakah uang ganti rugi dapat mengembalikan senyum mereka?
Tentu akan lebih baik jika mereka dibuatkan lingkungan baru yang sebanding dengan kondisi sebelum bencana. Wallahu a’lam
By Gank-Guan Djiwa
KESEHATAN, mental, pasca musibah
dr. Sigit Widyatmoko, SpPD
Sebut saja wanita separuh baya berjilbab itu Tina. Saya bertemu dengannya hampir tiga tahun yang lalu di Meulaboh, Aceh Barat. Ketika itu saya menjadi relawan bencana gempa bumi dan tsunami, utusan dari RS Sardjito Yogyakarta. Tina sebenarnya adalah perawat di bagian kamar operasi RSU Meulaboh. Peristiwa tsunami membuatnya dipindah ke bagian penyakit dalam.
”Waktu itu air sudah setinggi leher saya, Dok. Rumah saya sudah terendam. Pikiran saya hanya bagaimana menyelamatkan anak saya. Dengan memakai tandu bersama suami saya angkat anak saya dua orang, berjalan di tengah luapan air sejauh lima kilometer menuju bukit. Setiap kali gelombang air menerpa, saya berteriak, “Allahu Akbar…!”
Akhirnya Tina dan keluarganya memang selamat. Tetapi perilakunya menjadi berubah. Sebelumnya dia dikenal sebagai perawat yang kalem, tenang, dan percaya diri. Setelah peristiwa itu dia menjadi sosok yang sering gugup, mudah menangis, dan minderan. Kadang-kadang kalau melamun dia berteriak takbir. Pimpinan rumah sakit kemudian memindahkannya ke bangsal penyakit dalam karena dikhawatirkan dapat mengganggu pelaksanaan operasi.
Masih banyak beribu Tina lain di Aceh. Survei bersama yang dilakukan Universitas Syiah Kuala, IOM (International Organization of Migrant), dan Universitas Harvard pada September 2006 menemukan bahwa 65% dari penduduk Aceh yang diteliti mengalami depresi, 69% mengalami gangguan cemas, dan 34% mengalami gangguan stres paska-trauma (PTSD atau post traumatic stress disorder).
Survei berikutnya yang dipublikasikan bulan Juni tahun 2007 atau hampir tiga tahun setelah tsunami menemukan hasil yang sedikit berbeda. Penelitian yang dilakukan di komunitas-komunitas berkonflik tinggi di 14 kabupaten di Aceh ini menemukan bahwa 35% penduduk mengalami gejala depresi, 10% mengalami PTSD dan 39% gejala kecemasan. Berarti tiga tahun setelah bencana gangguan kejiwaan masih dialami oleh sebagian penduduk Aceh.
Apa itu PTSD? Istilah “Post Traumatic Stress Disorder” pada mulanya ditujukan bagi para veteran perang di Amerika Serikat. Sebutan awalnya adalah “shell shock” atau “battle fatique”, yang menunjukkan suatu gangguan kejiwaan yang dialami seseorang setelah menjalani suatu pertempuran. Istilah PTSD semakin populer di Amerika Serikat terutama sejak pemerintahan George Walker Bush. Banyak serdadu Amerika mengalami PTSD setelah berperang di Afghanistan dan Irak.
Istilah PTSD kemudian diperluas tidak hanya bagi para serdadu perang. Setiap orang yang menunjukkan gejala-gejala khas setelah mengalami suatu trauma psikologis tertentu juga disebut mengalami PTSD. Trauma psikologis itu biasanya berada di luar batas-batas pengalaman manusia yang lazim terjadi. Kebalikannya adalah trauma yang berada di dalam batas-batas pengalaman misalnya duka cita akibat kematian, penyakit kronik, konflik perkawinan, atau kerugian dagang. Trauma yang terjadi tidak hanya yang dialami oleh orang yang bersangkutan, tetapi dapat juga oleh temannya, anggota keluarganya, atau bersama-sama dengan kelompoknya.
Stressor yang menghasilkan gangguan ini selain peperangan adalah bencana alam, kecelakaan alat transportasi yang hebat, dan bencana yang sengaja dibuat manusia. Contoh yang terakhir adalah pemboman, penyiksaan, dan yang paling terkenal kamp konsentrasi. Penyekapan, penyiksaan, dan pembunuhan di kamp konsentrasi memberikan pukulan mental yang sangat berat kepada para korbannya. Peneliti dari Universitas Yale, Amerika Seriat, pada tahun 1980 mengumpulkan testimoni para korban holocaust yang masih hidup. Ternyata para korban tersebut masih mengalami PTSD. Hal ini menjungkirbalikkan tesis semula bahwa trauma memiliki rentang waktu tertentu.
Menurut Sigmund Freud trauma adalah ingatan yang direpresi. Apakah setiap trauma dapat mengakibatkan PTSD? Tentu saja tidak. Sebagaimana dikemukakan di atas, hanya trauma luar biasa saja yang dapat menyebabkan PTSD. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah jenis trauma, lamanya kejadian, berulangnya kejadian, latar belakang mental individu, dan tidak kalah penting yaitu dukungan dari teman dan keluarga.
Individu dengan latar belakang mental yang kuat akan tetap tegar meskipun mendapat trauma yang berat. Sebaliknya pada individu yang mudah luka (vulnerable), mendapat trauma yang kecil pun dapat mengalami PTSD. Karena itu sekelompok masyarakat yang sama-sama merasakan sebuah trauma dengan derajat yang sama belum tentu keluarannya akan sama pula.
Pengaruh hormonal juga ada walaupun masih dalam penelitian. Ada satu jenis hormon bernama dehydroepiandrosterone-S (DHEA-S) yang cukup signifikan dalam pembentukan stres. Makin tinggi level hormon ini pada seseorang, makin baik mereka mengontrol stresnya. Charles Morgan, seorang psikiatri dari National Center for Post-Traumatic Stress Disorder di West Haven, Connecticut, Amerika Serikat (AS) menganalisis 25 orang tentara lelaki sesudah mengikuti tes fisik dan psikologi pada sebuah simulasi kamp perang.
Para tentara tersebut diambil sampel ludah dan darahnya serta menjawab beberapa pertanyaan mengenai perasaan mereka terhadap lingkungannya. Mereka yang memiliki gejala seperti melanggar peraturan dan ketakutan disinyalir sebagai pengidap PTSD. Dari studi ini ditemukan bahwa tentara yang mempunyai kadar rasio DHEA-S tinggi dalam kortisolnya cenderung memiliki gejala PTSD yang rendah. Hal ini relevan dengan data pada kelompok sipil seperti pemadam kebakaran, petugas kepolisian dan anggota penolong darurat di mana pekerjaan mereka sangat terkait dengan stres.
Semua kelompok umur dapat mengalami PTSD. Gejalanya bervariasi antar-individu. Yang jelas manifestasi klinisnya tidak sekedar berupa gangguan depresi atau cemas. Gejala-gejala PTSD bisa berupa perasaan seolah-olah mengalami kembali peristiwa traumatik (flash back), mimpi buruk, kacaunya ingatan, perasaan kecewa, dan gangguan tidur atau insomnia. Juga reaksi kaget yang berlebihan dan waspada berlebihan.
Gejala lainnya adalah gangguan panik, ingin menghindari orang lain, penyalahgunaan zat, sampai dengan gangguan psikotik akut. Juga ada penyangkalan, yaitu penderita tidak ingin berhubungan lagi dengan sesuatu yang dapat mengingatkannya lagi dengan traumanya. Sebagai contoh ada penduduk Aceh yang takut melihat air pada beberapa bulan setelah tsunami. Pada kasus lain ada ibu muda yang ingin membunuh anaknya yang merupakan hasil hubungan gelapnya dengan seseorang yang kemudian tidak mau menjadi suaminya.
Pengobatan
Penanganan PTSD membutuhkan tim yang kompak dan berpengalaman. Untuk penanganan Aceh sudah banyak tim terjun dari dalam dan luar negeri. “Pusat Pengobatan Trauma Hyogo (Hyogo Institute for Traumatic Stress)” yang didirikan Profesor Hyogo,ahli penanggulangan bencana Gempa Bumi Kobe, terbang ke Aceh sejak bulan ke-2 dari bencana. Tim Jogja dari Bagian Jiwa RSUP Sardjito rutin mengirimkan dokter spesialis jiwa sejak awal penangangan bencana sampai sekarang. Demikian juga dari instansi pemerintah seperti BKKBN dan Departemen Sosial.
Metoda pengobatan yang sekarang banyak dikembangkan adalah prolonged exposure therapy, yang dapat membantu pasien menghadapi situasi yang ditakuti secara aman dan sistematis. Sasaran utama dari metoda ini adalah menghapuskan “penyangkalan “. Pasien menghabiskan banyak waktu dan energi untuk tidak berfikir atau berbicara mengenai trauma tsb. Dalam terapi ini pasien justru akan diarahkan untuk menceritakan peristiwa traumatik yang dialaminya.
Tujuannya untuk melatih otak agar otak tidak sensitif lagi pada peristiwa tersebut. Pasien juga diarahkan, diperkuat, dan diperbarui mekanisme adaptasinya. Hal ini supaya perasaan bersalah, marah, sedih, dsb dapat berkurang.
Metoda ini sekarang dikembangkan lagi menjadi virtual reality oleh Michael Kramer, psikolog klinis di Veteran Administration Hospital di Manhattan, AS, untuk menerapi veteran perang Iraq. Veteran tersebut diberikan pemandangan-pemandangan Iraq. Pasien dapat menavigasikan jalan-jalan, gedung-gedung, pasar, mobil, dan penduduk sipil. Dengan menggunakan tombol-tombol, dapat ditampilkan pemandangan seorang pria dewasa yang tersandung kemudian terjatuh di tengah jalan, dan minta tolong. Atau seorang anak laki-laki yang tampak di sudut jalan, melambaikan tangan, dan tampak sangat bersahabat. Pemandangan ini dapat memprovokasi kecemasan pada beberapa veteran yang sebelumnya mempunyai ketakutan akan tipu muslihat.
Meski ada yang menyejajarkan trauma akibat tsunami Aceh dengan tragedi holocaust, tetapi membandingkan musibah satu dengan yang lain tentu kurang etis. Tragedi lumpur Lapindo misalnya; apakah trauma yang dialami penduduk Sidoarjo ini bukan merupakan stressor yang sangat besar
Kehilangan rumah, sawah, sekolah, pekerjaan, lingkungan ramah, masjid, jalan tol, dan mungkin …. masa depan! Menurut berita sudah banyak yang terkena PTSD. Penanganannya jauh lebih komplek, karena bencanamya sampai sekarang masih terus terjadi. Apakah uang ganti rugi dapat mengembalikan senyum mereka?
Tentu akan lebih baik jika mereka dibuatkan lingkungan baru yang sebanding dengan kondisi sebelum bencana. Wallahu a’lam
By Gank-Guan Djiwa
Pola kehidupan modern yang cenderung mengutamakan pekerjaan membuat pola biologis tubuh menjadi terganggu, termasuk jadwal tidur. Perubahan ini terkadang tidak hanya sebatas fisik, tetapi berpengaruh juga terhadap metabolisme tubuh.
Dalam keadaan stres, umumnya kerja jantung menjadi lebih cepat sehingga sirkulasi darah juga lebih cepat. Dalam kondisi demikian, darah akan meningkatkan kapasitasnya untuk menyirkulasikan oksigen dan zat makanan, namun di sisi lain menurunkan kapasitas dan fungsi darah yang berhubungan dengan relaksasi. Keadaan ini dapat menimbulkan kelelahan dan menuntut tubuh beristirahat lebih banyak. Akan tetapi, ternyata banyak kasus sulit tidur justru dialami para pekerja yang lelah sehabis bekerja.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penunjang tidur nyenyak adalah rasa santai dan rileks di seluruh tubuh. Kecepatan metabolisme tubuh dan ketegangan pikiran juga harus dikendurkan sebelum tidur. Salah satu cara yang dipercaya ampuh membantu tidur nyenyak adalah meminum susu hangat sebelum tidur.
Tidur berkualitas
-
Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar tetap sehat, yang perlu diperhatikan adalah kualitas tidur.
Saat tidur, seluruh aktivitas dalam tubuh menurun sampai ke tingkat metabolisme dasar (metabolisme basal). Ini memungkinkan sel-sel saraf yang berfungsi sebagai pusat kendali beristirahat atau berelaksasi. Saat itulah keseimbangan biokimia tubuh yang terganggu dipulihkan. Terjadi pula perbaikan pada organ-organ dan sel-sel yang terkena penyakit atau mulai aus.
Gangguan tidur yang paling umum adalah sulit tidur atau tidur tidak nyenyak. Orang sering mengidentikkannya dengan insomnia. Sebenarnya, pengertian insomnia tidak cuma itu, tetapi lebih luas lagi, yaitu meliputi gangguan-gangguan yang mengawali, mengiringi, dan mengakhiri tidur.
Sebagian besar kasus insomnia disebabkan oleh gangguan mental, seperti depresi, kekhawatiran, atau ketegangan. Penyebab lain adalah penyakit fisik atau ketidaknyamanan, seperti hawa yang terlalu panas atau dingin, bising, diet, gangguan ritme biologis, seperti jetlag atau aktivitas fisik yang berat menjelang tidur, olahraga misalnya.
Selain itu, ada beberapa jenis bahan makanan yang dapat memicu terjadinya insomnia, seperti kafein pada kopi dan garam. Garam dapat merangsang kelenjar adrenalin dengan cara yang sama seperti kafein.
Selain itu, garam juga memicu tekanan darah tinggi yang dapat menyebabkan seseorang sulit tidur.
Jurus yang sering disarankan dokter agar bisa tidur nyenyak adalah :
(1) mandi air hangat, (2) tidur pada waktu yang tetap setiap harinya, (3) menghindari konsumsi alkohol menjelang tidur, (4) jangan tidur siang, (5) membeli tempat tidur baru, (6) membaca novel ringan, (7) menulis daftar kegiatan dan tugas-tugas esok hari, (8) menghindari makan menjelang tidur, (9) tidur di ruang yang gelap dan tenang, (10) minum segelas susu hangat sebelum tidur.
Segelas susu
Mekanisme menuju pada kenyamanan dalam tidur merupakan hasil interaksi molekul-molekul dalam susu dan merupakan reaksi yang terjadi dalam tubuh akibat asupan susu tersebut. Substansi utama dalam susu yang dapat membantu relaksasi adalah mineral susu dan protein susu.
Mineral susu yang berpengaruh langsung terhadap relaksasi tubuh adalah kalsium, magnesium, dan fosfor. Ketiga mineral tersebut merupakan mineral utama yang terdapat di dalam susu. Kandungan kalsium, magnesium, dan fosfor dapat mencapai 30 persen dari total mineral susu.
Kalsium dapat mengatur tekanan darah (blood pressure modulator). Pada penderita tekanan darah tinggi (hipertensi), kalsium yang masuk ke dalam darah akan menurunkan viskositas darah. Keadaan ini tentu saja sangat baik bagi penderita hipertensi. Pada tekanan darah normal, kalsium dapat membantu mempertahankan tekanan darah. Tekanan darah yang stabil dapat membantu mencegah stres dan menimbulkan perasaan rileks sehingga memudahkan tubuh beristirahat.
Peran lain kalsium bersama fosfor adalah dalam memelihara kerja otot-otot tubuh. Rasio Ca-P dalam darah sangat berpengaruh terhadap densitas tulang. Belakangan diketahui pula bahwa rasio Ca-P yang seimbang, yaitu 1 : 1, dapat memelihara fungsi otot polos dan otot lurik, terutama dalam regulasi kontraksi dan relaksasi.
Mekanisme stimulasi relaksasi juga dibantu oleh magnesium. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa magnesium dapat mencegah otot kaku, kejang/kram dan ngilu-ngilu yang biasanya terjadi setelah seharian beraktivitas atau pada wanita saat masa menstruasi (Setiadi, 2003).
Protein susu
Asam amino penyusun alfa-laktalbumin yang terbesar adalah sistein dan triptofan. Sistein memiliki peran dalam respons imunitas tubuh.
Triptofan dan metabolit-metabolitnya merupakan komponen penting dalam sistem saraf.
Alfa-laktalbumin dapat meningkatkan rasio triptofan terhadap asam amino netral lainnya. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas serotonin otak, menurunkan konsentrasi kortisol dan dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap stres (Jelen dan Lutz, 1998).
Triptofan merupakan asam amino esensial yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan serotonin. Triptofan akan dikonversi menjadi serotonin di dalam tubuh. Konversi triptofan menjadi serotonin dibantu oleh vitamin B6 dan vitamin C. Serotonin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak.
Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit (pain-killing effect).
Fungsi serotonin dalam tubuh adalah sebagai modulator kapasitas kerja otak, termasuk juga regulasi stabilitas emosi, daya tangkap, dan regulasi selera makan (Bruno, 2003).
Serotonin dalam tubuh kemudian diubah menjadi hormon melatonin. Hormon ini diproduksi secara alami dalam tubuh apabila matahari sudah mulai tenggelam (mendekati senja). Hormon melatonin memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh dan rasa kantuk. Produksinya merupakan alarm alami tubuh yang mengingatkan tubuh untuk beristirahat.
Alfa-laktalbumin juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap kalsium (Renner et al, 1989). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peran kalsium dalam relaksasi tubuh juga sangat besar artinya.
Komponen lain
Komponen-komponen tersebut dapat membantu mencegah dan mengatasi stres serta depresi dengan mekanisme yang saling sinergi.
Perbaikan sistem kekebalan tubuh juga dapat membantu mengurangi stres. Perbaikan ini dibantu oleh mineral seng (zinc), vitamin C dan vitamin B12, serta asam amino lisin. Mekanisme lainnya dalam mengurangi stres adalah dengan mengendalikan kadar glukosa darah yang dilakukan oleh biotin dan niasin.
Pemeliharaan dan peredaan ketegangan saraf serta pencegahan depresi juga dibantu oleh vitamin B1 (tiamin), asam folat, dan asam pantotenat. Vitamin B6 dan vitamin C yang ada pada susu turut membantu pembentukan serotonin dan hormon melatonin
oleh :Prof DR Made Astawan Kepala Bagian Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
By Gank-Guan Djiwa
INSOMNIA bisa disebabkan gaya hidup yang tak sehat atau gangguan fisik dan psikologis. Bayangkan, pada malam hari saat semua orang tertidur pulas, orang insomnia justru harus berjuang memejamkan mata.
Petang yang seharusnya menjadi "sinyal" alami tubuh untuk tidur pun tak bermakna sama pada orang insomnia. Ada rasa tidak nyaman bagi mereka yang mengalaminya. Beragam hal bisa menjadi penyebab insomnia,mulai masalah fisik, psikologis, hingga gaya hidup.
"Biasanya, kalau sudah lewat jam sebelas malam,mata sulit terpejam. Efeknya, sampai pagi tidak tidur," kata Sarah, 27, yang mengalami insomnia sejak duduk di bangku SMA. Dia menyangka, penyebabnya adalah beban pekerjaan rumah (PR) yang menumpuk dan les tambahan menjelang tes kelulusan. Setiap hari Sarah harus beraktivitas di sekolah sejak pukul 06.30 pagi hingga 18.30 petang. Akibatnya, sampai di rumah sudah kelelahan.
"Jam tujuh malam saya tidur dan terbangun jam sepuluh malam. Lalu mengerjakan PR sampai pagi. Jadi, waktu efektif tidur rata-rata hanya 3 jam. Kebiasaan ini berlangsung lebih dari setahun. Pas kuliah, saya masih sering kesulitan tidur," ujar penyuka sepak bola itu.
Pengalaman Sarah hanya sebagian kecil kasus insomnia pada remaja. Saat ini merebaknya game dan PlayStation yang membuat orang kecanduan, juga bisa menjadi pemicu kasus kesulitan tidur.Selain itu,kebiasaan anak muda nongkrong atau clubbing sampai pagi menambah daftar panjang remaja insomnia.
"Gaya hidup atau kebiasaan yang demikian memang bisa memicu insomnia karena yang bersangkutan menjadi terkondisi atau terbiasa. Namun, insomnia bisa juga disebabkan faktor lain seperti gangguan kesehatan fisik dan psikologis," kata psikiater anak dan remaja FKUI Tjhin Wiguna.
Tjhin menjelaskan bahwa kondisi kesehatan fisik seseorang yang kurang baik bisa membuatnya insomnia. Misalnya, pasien remaja berusia 16 tahun mengeluh insomnia. Setelah diperiksa, ternyata disebabkan gangguan arthritis rhematoid atau semacam gangguan sendi yang dideritanya.
Sementara dari sisi psikologis, remaja depresi juga rentan mengalami insomnia. Sebuah penelitian di Amerika yang dimuat dalam The Journal Sleep, belum lama ini, melaporkan bahwa insomnia pada anak atau remaja dapat memprediksikan kemungkinan gejala yang sama pada masa depannya.
Profesor ilmu perilaku dari Fakultas Kesehatan Umum Universitas Texas di Houston dan ketua tim studi tersebut, Robert E Roberts PhD, mengumpulkan data dari 4.175 partisipan remaja berusia 11- 17 tahun. Mereka diwawancarai dan diminta mengisi kuesioner tentang gejala kesulitan tidur yang mengarah pada insomnia, juga frekuensi dan durasinya.
Kesimpulannya, remaja dengan insomnia, terutama yang kronis,berisiko lebih besar terkena gejala somatis di masa depan, termasuk masalah psikologis. "Data kami menunjukkan, beban kasus insomnia pada remaja terkait kelainan psikologis lainnya seperti depresi, cemas,dantindakan abuse," kata Robert.
Pesan moralnya,lanjutnya, penyedia layanan kesehatan harus memberi perhatian lebih dalam mendeteksi dan menangani insomnia pada remaja. Insomnia dikategorikan sebagaigangguantidur, yangmana orang tersebut kesulitan untuktertidur, tetapterjaga,atau terbangundaritidurterlalucepat. Gangguan itu bisa digambarkan dengan berbagai kualitas tidur yang buruk.
Orang yang terlalu lelah bekerja seharian mungkin saja tidak mengalami insomnia. Namun, biasanya mereka mengeluh lelah, bosan atau depresi. Pada akhirnya, itu bisa berkontribusi pada gejala insomnia juga. Penanganan insomnia biasanya tergantung latar belakang penyebabnya.
Tjhin Wiguna menegaskan, orangtua yang punya anak remaja insomnia sebaiknya waspada jika sudah timbul keluhan yang mengganggu keseharian si anak. Misalkan sulit berkonsentrasi atau nilai ujian turun. Jika tak ada sebab medis atau psikologis umumnya tidak perlu diobati, cukup mengubah gaya hidup.
Sementara, jika ada keluhan medis atau insomnia yang disebabkan adanya penyakit. "Tentu harus diatasi dulu penyakitnya. Adapun jika disebabkan depresi, pemberian obat antidepresan juga dimungkinkan,"papar Tjhin.
Kaum remaja umumnya masih dalam masa pertumbuhan sehingga direkomendasikan tidur malam sekitar 9 jam per hari. The American Academy of Sleep Medicine mengemukakan beberapa tips bagi remaja, yang juga penting dibaca orangtua untuk membantu mengembangkan pola tidur yang sehat.
Cobalah tidur malam 9 jam setiap malam. Dengan tidur cukup, ketika bangun badan lebih bugar dan siap memulai hari dengan bersemangat. Bersantai sebelum tidur. Saat jam tidur, hindari kegiatan belajar yang terlalu memeras otak, berdiskusi, atau berolahraga yang menguras tenaga. Ciptakan nuansa tenang dan sepi sebelum tidur.
Matikan video dan berhentilah bermain game atau PlayStation. Atur pencahayaan yang tidak terlalu terang di kamar tidur. Pencahayaan temaram membuat badan "tune-in" bahwa inilah saatnya tidur. Sebaliknya, nyalakan lampu yang terang di pagi hari.
Bila perlu, lakukan olahraga atau gerakan ringan. Cobalah mengganti kekurangan jam tidur sebisa mungkin. Misalnya tidur sejenak, tapi jangan di sore hari. Tidurlah lebih lama di akhir pekan. Namun, jangan lebih dari 12 jam. Hindari konsumsi stimulan seperti kafein saat siang dan petang, apalagi menjelang tidur. Hindari juga mengemudi saat mata mengantuk.
Makanan jenis karbohidrat seperti snack dari beras atau gandum umumnya lebih memicu kantuk ketimbang makanan berlemak atau protein tinggi. Jika tak bisa tidur, bangkit dan pergilah ke ruang lain, lalu lakukan sesuatu. Merajut adalah salah satu yang terbaik. Sebab, pekerjaan ini cenderung monoton sehingga mengantar kita untuk terkantuk-kantuk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari, waktu malam dan siang hari, Tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan berulang untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental (Panteri, 1993).Manusia memakai sepertiga waktunya untuk tidur.
Tidur merupakan perilaku normal ketika individu kehilangan kontak dengan lingkungannya untuk sementara. Pada waktu tidur individu menutup matanya, pupil mengecil, otot melemas, denyut jantung melemah, tekanan darah menurun dan metabolisme tubuh melambat (Kedja, 1990).
Menurut Panteri (1993) neourofisiologi tidur, dapat digambarkan sebagai tahapan-tahapan tidur dengan poligrafi tidur yaitu electroenchelograph, electrocardiograph, dan electromiograph. Pada saat berbaring dalam keadaan masih terjaga ditunjukkan dengan gelombang otak beta yang bercirikan frekuensi yang cepat yaitu lima belas hingga dua puluh putaran per detik dan bertegangan rendah yaitu kurang dari lima puluh mikrovolt.
Selanjutnya dalam keadaan yang lelah dan siap tidur mulai untuk memejamkan mata, pada saat ini gelombang otak yang muncul mulai melambat frekwensinya, meninggi tegangannya dan menjadi lebih teratur. Gelombang ini dinamakan gelombang alpha yang memiliki 8 hingga 12 putaran per detik yang menggambarkan keadaan santai, tidak tegang tapi terjaga. Setelah beberapa menit dalam keadaan alpha kecepatan napas mulai melambat. Ini adalah transisi tidur awal (tidak nyenyak) yang ditandai oleh gelombang theta 50 hingga 100 mikrovolt, 4 hingga 8 putaran per detik.
Dalam keadaan permulaan tidur ini, denyut jantung melambat dan menjadi stabil, napas menjadi pendek-pendek dan teratur. Tahap ini dapat berlangsung dari sepuluh detik hingga 10 menit dan kadang disertai dengan citra visual yang disebut halusinasi hipnagogik, karena otot rangka tiba-tiba mengendur dan kadang mengalami sensasi seperti jatuh, yang menyebabkan kita terbangun sebentar dengan gerakan yang menyentak, keadaan ini dinamakan tidur tahap pertama.
Tidur tahap kedua ditandai dengan gelombang otak theta dengan disertai munculnya gelombang tunggal dengan amplitudo tinggi dan munculnya sleep spidle (jarum tidur, karena terlihat di monitor atau kertas perekam yang menunjukkan aktivitas otak). Pada tahap ini gerakan dan ketegangan otot menurun berlangsung sekitar 10 hingga 20 menit menandai permulaan tidur yang sebenarnya. Pada tahap ini seseorang biasanya tidak dapat merespon rangsang dari luar, dan rata-rata bila seseorang dibangunkan pada tahap ini akan merasa betul-betul telah tertidur.
Tahap selanjutnya setelah 20–30 menit adalah memasuki tahap ketiga yaitu kombinasi theta dan delta (tegangan tinggi dengan frekuensi sangat rendah). Segera setelah tahap ke tiga ini dilanjutkan dengan tahap ke empat yaitu hilangnya sama sekali gelombang theta dan tinggal yang ada gelombang delta dengan 0,5–2 putaran per detik, amplitudo 100–200 mikrovolt. Dalam tidur delta ini relaksasi otot terjadi sepenuhnya, tekanan darah menurun, denyut nadi dan pernafasan melambat. Pasokan darah ke otak berada pada batas minimal.
Kondisi tidur normal ini tidak selamanya dirasakan oleh seseorang yang akan memasuki tidur. Gangguan dan kesulitan tidur seringkali mengganggu, baik ketika memasuki tahap pertama tidur ataupun ketika tidur berlangsung. Gangguan ini dapat terjadi karena adanya permasalahan psikis maupun fisik, yang dapat menimbulkan kesulitan seseorang untuk memasuki keadaan tenang. Keadaan cemas yang berlebihan akan menyebabkan otot-otot tidak dapat relaks dan pikiran tidak terkendali.
Gangguan tidur yang sering muncul dapat digolongkan menjadi 4 yaitu : (1) insomnia; gangguan masuk tidur dan mempertahankan tidur, (2) hypersomnia; gangguan mengantuk atau tidur berlebihan, (3) disfungsi kondisi tidur seperti somnabolisme, night teror, dan (4) gangguan irama tidur.
1.2 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yang berjudul “Insomnia ” ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa adalah agar kita sebagai perawat memahami bahasan tentang Insomnia sehingga dapat diaplikasikan pada proses keperawatan kelak untuk menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang optimal.
1.3 Batasan masalah
Makalah ini membahas tentang Teori Insomnia, tipe insomnia, penyebab insomnia, tanda dan gejala insomnia, faktor resiko pada insomnia, dampak insomnia dalam kehidupan, serta penatalaksanaan keperawatan untuk terapi insomnia.
1.4 Metode penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Memang sangat terbatas karena metode kepustakaan ini kurang komunikatif dan dinamis. Namun dengan keragaman buku yang digunakan sebagai kajian makalah ini, penulis cukup puas bahwa data – data yang diperoleh sesuai dengan tema.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI INSOMNIA
Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur, jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Selanjutnya dijelaskan bahwa insomnia ada tiga macam, yaitu pertama, Initial Insomnia artinya gangguan tidur saat memasuki tidur. Kedua, Middle Insomnia yaitu terbangun di tengah malam dan sulit untuk tidur lagi. Ketiga, Late Insomnia yaitu sering mengalami gangguan tidur saat bangun pagi (Hawari, 1990).
The Diagnostic and Statistical of Mental Disorder IV (DSM-IV) mendefinisikan gangguan insomnia primer adalah keluhan tentang kesulitan mengawali tidur dan/atau menjaga keadaan tidur atau keadaan tidur yang tidak restoratif minimal satu bulan terakhir (Espie, 2002).Menurut Hoeve (1992), insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. Hal ini terjadi bukan karena penderita terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk tidur, tetapi akibat dari gangguan jiwa terutama gangguan depresi, kelelahan, dan gejala kecemasan yang memuncak.
Insomnia adalah ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur. Kesulitan tidur ini bisa menyangkut kurun waktu (kuantitas) atau kelelapan (kualitas) tidur. Penderita insomnia sering mengeluh tidak bisa tidur, kurang lama tidur, tidur dengan mimpi yang menakutkan, dan merasa kesehatannya terganggu. Penderita insomnia tidak dapat tidur pulas walaupun diberi kesempatan tidur sebanyak-banyaknya.
Pada keadaan normal, dari pemeriksaan kegiatan otak melalui elektro-ensefalografi (EEG), sepanjang masa tidur terjadi fase-fase yang silih berganti antara tidur sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-kira setiap dua jam sekali. Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur nyenyak, dengan tubuh dalam keadaan tenang. Fase tidur asinkronik ditandai dengan kegelisahan dan reaksi-reaksi jasmaniah lainnya, seperti gerakan-gerakan bola mata yang merupakan fase mimpi. Orang normal yang tidurnya terganggu pada fase asinkronik akan merasa jengkel, tidak puas, dan menjadi murung (schenck et al., 2003).
Penderita insomnia mengalami gangguan dalam masa peralihan dan kualitas dari fase-fase tidur, terutama pada fase asinkronik. Dari penelitian ternyata bahwa saat yang dianggap penderita sebagai terjaga di malam hari sebenarnya merupakan fase-fase mimpi.
Sebaliknya, beberapa masa tidur yang singkat sebenarnya merupakan tidur yang sesungguhnya Insomnia dikelompokkan dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah penderita yang tidak dapat atau sulit tidur selama 1 sampai 3 jam pertama. Namun, karena kelelahan akhirnya tertidur juga. Tipe ini biasanya dialami penderita usia muda yang sedang mengalami kecemasan. Tipe kedua, dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun setelah 2 sampai 3 jam tidur terbangun. Kejadian ini bisa berlangsung berulang kali. Tipe ketiga, penderita dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun pada pagi buta dia terbangun dan tidak dapat tidur lagi. Ini biasa dialami orang yang sedang mengalami depresi.
Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejala-gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur.
JENIS – JENIS INSOMNIA
Ada tiga jenis gangguan insomnia, yaitu: susah tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Cukup banyak orang yang mengalami satu dari ketiga jenis gangguan tidur ini (Liu et al., 1999).
1. Tidak dapat atau sulit masuk tidur (sleep onset insomnia) : Keadaan ini sering dijumpai pada ansietas pasien muda, ber-langsung 1 - 3 jam dan kemudian karena kelelahan a tertidur juga.
2. Terbangun tengah malam beberapa kali (sleep maintenance insomnia): pasien ini dapat masuk tidur dengan mudah tetapi setelah 2-3 jam terbangun lagi, dan ini terulang beberapa kali dalam satu malam.
3. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini (early awakening insomnia): pasien ini dapat tidur dengan mudah dan tidur dengan cukup nyenyak, tetapi pagi buta sudah terbangun lalu tidak dapat tidur lagi. Keadaan ini sering dijumpai pada keadaan depresi.
Berdasarkan waktu terjadinya, insomnia dibagi menjadi:
1. Transient insomnia : insomnia yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan biasanya menimbulkan stress dan dapat dikenali dengan mudah oleh pasien sendiri. Diagnosis transient insomnia biasanya dibuat secara retrospektif setelah keluhan pasien sudah hilang. Keluhan ini kurang lebih ditemukan sama pada pria dan wanita dan episode berulang juga cukup sering ditemukan, faktor yang memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang berbeda, gangguan irama sirkadian sementara akibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress situasional akibat lingkungan kerja baru, dan lain-lainnya. Transient insomnia biasanya tidak memerlukan terapi khusus dan jarang membawa pasien ke dokter.
2. Short-term insomnia: Berlangsung 1-6 bulan dan biasanya disebabkan oleh kejadian-kejadian stress yang lebih persisten, seperti kematian salah satu anggota keluarga.
3. Cyclical insomnia ( recurrent insomnia ): Kondisi ini lebih jarang daripada transient insomnia. Kondisi ini terjadi akibat ketidakseimbangan antara tidur dan bangun. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi sementara ataupun seumur hidup. Kejadian berulang ini bisa terjadi akibat perubahan fisiologis seperti siklus premenstrual ataupun perubahan psikologik seperti manik depresif, anorexia nervosa, atau kambuhnya perubahan perilaku tertentu seperti kecanduan obat, dan lain sebagainya.
4. Chronic insomnia ( persistent insomnia ) : Berlangsung lebih dari 6 bulan. Dibagi menjadi 2, yaitu insomnia primer dan sekunder
Dari segi etiologi, insomnia dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Insomnia primer. Pada insomia primer, terjadi hyperarousal state dimana terjadi aktivitas ascending reticular activating system yang berlebihan. Pasien bisa tidur tapi tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur berkurang dan terbangun lebih sering. Insomnia primer ini tidak berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-obat tertentu.
2. Insomnia sekunder. Insomnia sekunder disebabkan karena gangguan irama sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua . Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakit organik. Pada orang dengan insomnia karena psikoneurosis, sering didapatkan keluhan-keluhan non organik seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan ini akan lebih parah jika orang tersebut mengalami ketegangan karena persoalan hidup. Pada insomnia sekunder karena penyakit organik, pasien tidak bisa tidur atau kontinuitas tidurnya terganggu karena nyeri organik, misalnya penderita arthritis yang mudah terbangun karena nyeri yang timbul karena perubahan sikap tubuh.
Manifestasi insomnia bisa berupa :
1. Kesulitan untuk jatuh tertidur pada waktu yang normal ( initial insomnia )
Didefinisikan sebagai kesulitan tertidur yang lebih dari 30 menit. Biasanya disebabkan karena tingkat kesadaran yang tinggi yang berhubungan dengan anxietas atau faktor lain.
2. Kesulitan untuk mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur lalu sulit tertidur kembali.
Keadaan ini bisa muncul secara ireguler dalam 1 malam atau muncul pada waktu-waktu tertentu, seperti selama fase tidur REMTerbangun lebih cepat di pagi hari. ( terminal insomnia ), Kondisi ini cukup seirng ditemukan pada orang tua Merasa tetap lelah dan mengantuk meskipun durasi tidur sudah cukup. Merasa cemas jika sudah mendekati waktu tidur.
EPIDEMIOLOGI
Beberapa penelitian yang ditulis di situs www.indomedia.com. menyebutkan bahwa orang Indonesia tidur rata-rata pukul 22.00 dan bangun pukul 05.00 keesokan harinya. Penelitian terhadap kelompok anak-anak muda di Denpasar menunjukkan 30-40% aktivitas mereka untuk tidur. Sedang penelitian yang dilakukan oleh Liu et.al (2000) di Jepang disebutkan 29% responden tidur kurang dari 6 jam, 23% merasa kekurangan dalam jam tidur 6% menggunakan obat tidur, 21 % memiliki prevalensi insomnia dan 15 % memiliki kondisi mengantuk yang parah pada siang harinya. Setiap orang pada dasarnya pernah mengalami insomnia.
Sebuah survey yang dilakukan oleh National Institut of Health di Amerika menyebutkan bahwa pada tahun 1970, total penduduk yang mengalami insomnia 17% dari populasi, presentase penderita insomnia lebih tinggi dialami oleh orang yang lebih tua, dimana 1 dari 4 pada usia 60 tahun mengalami sulit tidur yang serius (Chopra, 1994).
Mc Ghie dan Russell meneliti 2500 orang di Skotlandia yang meliputi berbagai golongan, tingkat usia dan tingkat sosial. Mereka mendapatkan bahwa orang yang merasa tergolong bertemperamen nervous (gugup) juga merasa kurang tidur. Penelitian di berbagai negara menunjukkan hasil bahwa wanita lebih sering mengalami insomnia daripada pria (2 : 1). Di Skotlandia, 45% dari wanita yang berusia lebih dari 75 tahun mempunyai kebiasaan makan obat tidur secara teratur. Penelitian Mc Ghie dan Russell tersebut di atas terhadap 400 orang berusia 15 - 24 tahun, 5% diantaranya mengalami insomnia.
Pada penelitian di Jakarta tahun 1988 terhadap 2500 siswa SLTP Negeri, sekitar 31% mengaku sering susah tidurSurvey epidemilogi yang dilakukan oleh Melinger (Morin, 1992. Lacks, 1992) menunjukkan bahwa 35% dari populasi diindikasikan mengalami insomnia selama satu tahun terakhir dan 10% mengalami gangguan insomnia 6 bulan terakhir. Dari survey tersebut juga disimpulkan bahwa wanita, orang yang lebih dewasa, dan mereka yang memiliki sosial ekonomi yang rendah lebih banyak mengalami gangguan tidur.
Kurang tidur dapat membahayakan bagi diri kita dan orang lain. Seseorang yang kurang tidur lalu mengemudi mobil sendiri sering mengalami kecelakaan fatal. Kurang tidur dapat pula mengakibatkan masalah dalam keluarga dan perkawinan, karena kurang tidur dapat membuat orang cepat marah dan lebih sulit diajak bergaul (Parmet, 2003)..
TANDA DAN GEJALA INSOMNIA
Tanda dan gejala insomnia diantaranya adalah:
1. Sukar untuk tidur, berbaring dalam keadaan terjaga lebih dari satu jam atau lebih sebelum dapat terlelap
2. tidur yang tidak nyenyak dan sering terganggu, contohnya terjaga beberapa kali pada malam hari
3. terangun di awal pagi dan susah untuk tidur lagi
4. tidur yang buruk
5. aktifitas tidur yang terganggu karena mimpi yang itdak biasa dan mengganggu
Gejala yang tampak di waktu siang hari adalah:
1. Mengantuk
2. Resah
3. mudah kaget
4. Sulit berkonsentrasi
5. Sulit mengingat
6. Gampang tersinggung
7. murung
8. mata merah
9. badan lesu
10. pernafasan dan denyut jantung tidak normal
SEBAB-SEBAB INSOMNIA
Tidak semua insomnia didasari oleh adanya suatu kondisi psikopatologik. Insomnia dapat pula disebabkan karena kondisi atau penyakit fisik dan karena faktor ekstrinsik seperti suara atau bunyi, suhu udara, tinggi suatu daerah, penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia susunan saraf pusat.
1. Suara atau bunyi: biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Yang penting sering bukan intensitasnya tetapi makna dan suara itu. Misalnya seorang yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari ia terbangun berkali-kali hanya karena suara yang halus sekalipun. Bila intensitas rangsang cukup tinggi maka Arousal Promoting System akan membangunkan kita.
2. Suhu udara : kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah ia memakai selimut, bila suhu tinggi ia memakai pakaian tipis. Insomnia sering dijumpai di daerah tropik.
3. Tinggi suatu daerah: Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada mountain sickness, terjadi pada pendaki gunung yang lebih dan 3500 meter di atas permukaan laut. Hipoksia hipobanik dapat mempengaruhi Sleep Promoting System secara langsung. Demikian juga nafas yang lebih cepat merupakan tambahan rangsang terhadap Arousal Promoting System.
4. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia susunan saraf pusat : Insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan yang mengandung amfetamin atau yang sejenis.
5. Penyakit jasmani tertentu: misalnya arteriosklerosis, tumor otak, demensia presenil, tirotoksikosis, Sindrom Cushing demam, kehamilan normal trimester ketiga, rasa nyeri, diabetes melitus, ulkus duodeni, artritis reumatika, cacing keremi pada anak, tuberkulosis paru yang berat, penyakit jantung koroner tertentu.
6. Penyakit psikiatrik : beberapa penyakit psikiatrik ditandai antara lain dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotik, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stres pasca-trauma dan lain-lain.
PSIKOPATOLOGI INSOMNIA
1. Depresi Berat (Psikosa Depresi): Seringkali ditandai dengan adanya insomnia walau ada pula kasus depresi berat yang ditandai dengan hipersomnia, di samping gejala-gejala lain seperti afek yang disforik, hilangnya minat atau rasa senang, perasaan sedih, murung, putus asa, rasa rendah diri, anoreksia, berat badan turun, gerakan serba lambat, kurang bisa konsentrasi, pikiran tentang mati atau bunuh diri.
2. Episode Manik (Psikosa Manik): Ditandai antara lain dengan adanya afek yang meningkat, peningkatan aktivitas dalam pekerjaan, hubungan sosial maupun seksual, banyak bicara, pikiran terbang (flight of ideas), grandiositas dan insomnia karena kebutuhan tidurnya berkurang.
3. Gangguan Skizofrenik (Skizofrenia): Tidak semua penderita gangguan skizofrenik mengalami insomnia. Pada tipe furor kata-tonik, gangguan skizofreniform (episode skizofrenik akut) atau pada skizofrenika tipe paranoid dengan waham kejar dan halu-sinasi berupa kejaran dapat terjadi insomnia.
4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Neurosa Ansietas): Ditandai dengan ketegangan motorik sehingga tampak gemetar, nyeri otot, lelah, tak dapat santai, hiperaktivitas saraf otonom berupa banyak berkeringat, berdebar-debar, rasa dingin. tangan yang lembab, mulut kering, pusing, rasa kuatir berlebihan, sukar konsentrasi dan insomnia.
5. Gangguan Distimik (Neurosa Depresi): Sering ditandai de-ngan adanya insomnia atau sebaliknya yaitu hipersomnia, di samping gejala depresi lainnya walaupun tidak seberat pada Depresi Berat. Tidak ada ciri-ciri psikotik.
6. Gangguan Kepribadian Sikiotimik (Afektif): Baik pada periode depresif maupun periode hipomanik dapat dijumpai adanya insomnia, walaupun pada periode depresif dapat pula terjadi hipersomnia.
7. Gangguan Stres Pasca-trauma: Sesudah mengalami suatu trauma psikologik yang pada umumnya berada di luar batas-batas pengalaman manusia yang lazim terjadi, seringkali di jumpai penumpulan reaksi terhadap dunia luar, pengurangan hubungan dengan dunia luar, disertai gambaran penyerta berupa depresi dengan insomnia, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, emosi labil dan nyeri kepala.
8. Gangguan Penyesuaian: Sering diwarnai afek depresi atau afek cemas misalnya pada culture shock.
9. Delirium: Pada delirium kadang-kadang dijumpai gangguan siklus tidur-bangun, berfluktuasi dan biasanya berlangsung untuk waktu yang singkat saja, dapat berupa insomnia atau hipersomnia atau berfluktuasi di antara keduanya.
10. Sindroma Putus Zat: Insomnia sering kali merupakan gejala yang cukup menonjol pada sindroma putus zat misalnya pada sindroma putus opioida, sindroma putus alkohol. dan sindroma putus sedativa-hipnotika.
11. Intoksikasi Zat: Pada penyalahgunaan zat sering tenjadi ke-adaan intoksikasi yang ditandai antara lain dengan insomnia, misalnya pada intoksikasi kokain, amfetamin, dan PCP.
12. Sindroma Postkontusio : Sesudah mengalami kontusio. orang sering mengalami insomnia di samping nyeri kepala. pusing dan perasaan lelah.
13. Faktor psikik yang mempengaruhi kondisi fisik : Misalnya nyeri psikogenik, poliuria psikogen, pruritus psikogenik.
14. Mimpi buruk.
15. Mendengkur.
DAMPAK INSOMNIA DALAM KEHIDUPAN
Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :
1. Efek fisiologis. Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol, juga penurunan produksi melatonin.
2. Efek psikologis. Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi , irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.
3. Efek fisik/somatik. Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.
4. Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.
5. Kematian. Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal.
FAKTOR RESIKO INSOMNIA
Ada beberapa faktor resiko insomnia, yaitu:
1. Emosi. Transient dan recurrent insomnia biasanya disebabkan oleh gangguan emosi. Memendam kemarahan, cemas, ataupun depresi bisa menyebabkan insomnia.
2. Kebiasaan. Penggunaan kefein, alkohol yang berlebihan, tidur yang berlebihan, merokok sebelum tidur dan stress kronik bisa menyebabkan insomnia. Faktor lingkungan seperti bising, suhu yang ekstrim, dan perubahan lingkungan atau jet lag bisa menyebabkan transient dan recurrent insomnia.
3. Usia di atas 50 tahun
4. Jenis kelamin. Insomnia lebih banyak menyerang wanita ( 20-50% lebih tinggi daripada pria ). Wanita lebih sering menderita insomnia karena siklus mentruasinya. 50% wanita dilaporkan menderita kembung yang mengganggu tidurnya 2-3 hari di setiap siklusnya. Peningkatan kadar progesteron menyebabkan rasa lelah pada awal siklus.
5. Episode insomnia sebelumnya.
6. Penyakit kronis yang menyebabkan nyeri ( misalnya arthritis ), terbatasnya pergerakan ( misalnya Parkinson ), atau kesulitan bernapas ( misalnya COPD )
DIAGNOSIS
Gejala insomnia dapat diakibatkan berbagai penyakit medis, psikiatri atau neurologi. Riwayat tidur yang cermat biasanya cukup untuk mendiagnosis sebagian besar penyebab. Kadang-kadang pasien dirujuk ke laboratorium tidur bukan hanya untuk memperoleh diagnosis tetapi juga untuk intervensi seperti mesin continuous positive airway pressure (C-PAP).
Riwayat tidur harus mencakup pertimbangan berikut ini:
1. Apakah insomnia yang dialami bersifat di awal, di tengah atau di akhir (maksudnya apakah pasien mempunyai masalah pada saat akan tidur, tidak bisa tetap tidur atau terbangun lebih awal daripada yang dia inginkan?)
2. Waktu tertentu untuk tidur dan bangun, apakah ada perubahan baru dalam jadwal ini, dan perbedaan antara hari kerja dan akhir pekan.
3. Mutu subjektif dan jumlah waktu tidur pribadi yang ideal. Seberapa sering terjadi gangguan tidur?
4. Mengantuk di siang hari dan tertidur waktu siang, dan juga waktu tidur siang tersebut.
5. Penggunaan narkoba dan alkohol. Penting untuk mempertimbangkan gejala putus alkohol dan obat penenang sebagai penyebab insomnia. Tanyakan tentang penggunaan kafein. Jangan lupa untuk memasukkan kebiasaan mengkonsumsi minuman kola.
6. Kebersihan tidur: kebiasaan makan, kenyamanan kamar tidur atau lingkungan tidur, suhu, kebisingan, dan stres.
7. Masalah medis (termasuk masalah rasa sakit dan jiwa) dan bagaimana masalah ini dulu diobati.
8. Pemeriksaan fisik lengkap. Ini dapat menjadi tuntunan bermanfaat kepada pemeriksaan laboratorium yang dapat menghasilkan informasi berharga mengenai keadaan endokrin, kardiovaskular, neurologi dan pernapasan yang menyebabkan insomnia. Namun, pembahasan lengkap mengenai penyebab ini di luar dari makalah ini.
9. perhatikan lingkaran gelap dan pembengkakan yang terdapat disekitar mata pasien
10. pasien merasa kurang aktif dan memiliki seidkit hubungan sosial
11. pasien merasa seperti kehilangan fokus perhatian yang membuatnya tidak dapat merespon rangsangan dari luar
12. pasien sangat sensitif terhadap rangsangan internal seperti sakit perut (gastritis) atau kejang-kejang
13. pasien merasa takut menghadapi malam hari karena susah tidur
14. pengkonsumsian obat-obat tidur dalam beberapa bulan terakhir
TERAPI PADA INSOMNIA
• Tujuan Terapi.
Tujuan tetrapi pada pasien insomnia adalah agar pasien dapat tidur normal, dapat beristirahat tanpa harus terbangun berulang kali, dan supaya pada saat siang hari tidak mengalami rasa kantuk dan kelelahan akibat kesulitan tidur pada malam harinya
• Sasaran Terapi.
Sasaran terapi meliputi gejala insomnia dan pola hidup yang salah.
• Strategi terapi.
Strategi terapi pada pasien insomnia yaitu mengatasi/menghindari factor penyebab insomnia serta meningkatkan kualitas pola hidup.
1. Terapi Nonfarmakologi
a) Perilaku
• Kebersihan tidur: menekankan kebiasaan, dan unsur lingkungan dan fisiologis yang menyababkan tidur mendengkur.
• Pengendalian rangsangan: membatasi perilaku yang bertentangan dengan tidur yang mungkin menjadi berhubungan dengan tempat tidur.
• Batasan tidur: membatasi waktu di tempat tidur dan menyebabkan kekurangan tidur ringan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi tidur.
• tidurlah hanya sebanyak yang diperlukan untuk istirahat, atau untuk menyegarkan badankembali pada saat bangun tidur.
• Kurangi suara yang tidak menyenangkan, kurangi cahaya yang tidak diperlukan.
• Jangan tidur pada saat kondisi sedang lapar, hal ini dapat membuat terbangun nantinya hanya karena ingin mencari makanan.
• Hindari minuman yang mengandung kafein, seperti pada kopi, cola, teh dan coklat.
• Percayakanlah waktu bangun pada alarm jam.Dengan sering melihat jam dikamar akan mempengaruhi reaksi emosi.
• Olah raga ringan 6 jam sebelum tidur. Olah raga aerobik selama 20 menit dapat meningkatkan suhu dan metabolisme badan dan akan menurun kembali sekitar 6 jam kemudian. Penurunan metabolisme dan suhu badan dapat memungkinkan tidur nyenyak
• Hilangkan segala kecemasan, pikiran tentang rencana besok, pikiran tentang tugas yang belum selesai.
• minum segelas susu hangat dengan cereal sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah dan memperdalam tidur yang normal
• Buat udara kamar tidur segar dengan ventilasi yang baik.
• Miliki jadwal tidur yang reguler dan rasional
• melakukan kegiatan kegiatan yang rileks
• melakukan gerak badan secara teratur
• Jangan bekerja saat hendak tidur
• mandi air panas
b) Psikologis
• Tujuan yang berlawanan: memerintahkan pasien untuk berkonsentrasi agar tetap sadar (tidak tidur) sehingga mengurangi upaya sia-sia untuk tertidur.
• Terapi kognitif: memeriksa anggapan dan keyakinan yang salah mengenai insomnia dan memberikan pilihan yang lebih masuk akal.
• Psikoterapi Keberhasilan mengatasi insomnia, sangat tergantung dari kemampuan pasien untuk santai dan belajar bagaimana cara – cara tidur yang benar. Terapi perilaku bisa menyembuhkan insomnia kronik dan terapi ini efektif untuk segala usia, terutama pada pasien usia tua.
Terapi Gizi untuk insomnia
Diperlukan asupan gizi (magnesium dan kalsium) yang cukup jumlahnya untuk menangkal insomnia. Defisiensi magnesium dan kalsium menyebabkan tidur tidak nyenyak. Sebenarnya fungsi magnesium adalah merelaksasi otot. apabila otot kaku, timbul rasa ngilu-ngilu yang membuat badan terasa sakit. Kalsium yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tulang juga dapat dimanfaatkan untuk menenangkan pikiran. Kalsium berdampak calming effect. Jadi, kondisi kecemasan atau stres dapat dikurangi dengan magnesium dan kalsium.
Hormon melatonin bermanfaat membuat tidur lebih nyenyak. Saat ini sudah ada produk suplemen yang mengombinasikan magnesium, kasium, dan melatonin. Vitamin B kompleks dapat membantu penderita insomnia karena mendorong tercapainya kondisi istirahat.
Diet sehari-hari juga perlu diperhatikan. Konsumsi karbohidrat kompleks seperti roti, crackers, atau bagel dapat membantu tidur anda. Lawan dari karbohidrat kompleks adalah karbohidrat sederhana seperti gula. Karbohidrat kompleks bermanfaat karena ternyata zat gizi tersebut dapat memacu pengeluaran serotin, yaitu suatu neurotransmitter otak yang merangsang rasa kantuk.
Segelas susu hangat dan madu juga dapat menjadi obat mujarab agar lebih lelap tidur. susu banyak mengandung asam amino triptofan yang dapat membantu pengeluaran serotin sehingga memudahkan tidur. Triptofan juga memacu pengeluaran hormon melatonin.
Suplemen triptofan telah dilarang di AS karena pernah menyebabkan penyakit gangguan darah serius akibat produknya terkontaminasi. Namun, tidak ada risiko bagi orang-orang yang mau mengonsumsi bahan makanan kaya triptofan seperti susu atau daging kalkun sebagai upaya mengurangi insomnia.
Makan malam hendaknya juga menyertakan kacang-kacangan dan ikan atau daging ayam. Jenis-jenis itu kaya akan niasin (vitamin B3) yang membantu pengeluaran serotonin.
Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan dengan bumbu menyengat, kafein, alkohol, karbohidrat sederhana (gula, sirup), makanan berpengawet, dan makanan kaleng. Gula dan sirup bersifat meningkatkan gula darah dan penghasil energi yang cepat sehingga akan mengganggu tidur.
Makanan berprotein tinggi seperti daging sapi dapat mencegah produksi serotonin sehingga terjaga terus-menerus. Monosodium glutamate (MSG) sebaiknya dihindari karena memunculkan reaksi stimulan.
Menghindari keju, cokelat, sayur bayam, dan tomat menjelang tidur juga dianjurkan. Semua itu mengandung tyramin yang merangsang keluarnya norepinephrine sehingga otak terjaga
Terapi Relaksasi untuk Mengurangi Gangguan Insomnia
Salah satu cara untuk mengatasi insomnia adalah dengan metode relaksasi (Woolfolk et al. 1983). Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik untuk mengurangi ketegangan otot (Levy dkk., 1984).
Jacobson berpendapat bahwa semua bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Sheridan dan Radmacher, 1992). Jika seseorang dapat diajarkan untuk merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar relaks.
Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur awal.
Dasar teori relaksasi adalah sebagai berikut: pada sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, jari-jari, dan sebagainya. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler, gairah seksual, dan sebagainya.
Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya detak jantung dan pernafasan, menurunkan temperatur kulit dan daya hantar kulit, serta akan menghambat proses digestif dan seksual. Sistem saraf parasimpatis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis.
Selama sistem-sistem tersebut befungsi normal dalam keseimbangan, bertambahnya akfivitas Sistem yang satu akan menghambat atau menaikan efek sistem yang lain. Pada waktu individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan penghilangan (Prawitasari, 1988).
Apabila individu melakukan relaksasi ketika ia mengalami ketegangan atau kecemasan, maka reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan individu akan berkurang, sehingga akan merasa rileks. Apabila kondisi fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang (Lichstein, et al. 1993).Teknik relaksasi sudah dikenal lama dan banyak digunakan dalam berbagai terapi baik terapi permasalahan fisik maupun psikologis. Ada beberapa jenis relaksasi yang sudah dikenal antara lain relaksasi progresif, relaksasi diferensial dan relaksasi via letting go.
Terapi Dzikir
Penyembuhan terhadap insomnia tergantung dari penyebab yang menimbulkan insomnia. Bila penyebabnya adalah kebiasaan yang salah atau lingkungan yang kurang kondusif untuk tidur maka terapi yang dilakukan adalah merubah kebiasaan dan lingkungannya. Sedangkan untuk penyebab psikologis maka konseling dan terapi relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi gangguan sulit tidur, terapi ini merupakan bentuk terapi psikologis yang mendasarkan pada teori-teori behavioris.
Dasar pikiran relaksasi adalah sebagai berikut. Relakasasi merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatetis yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatetis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatetis. Masing-masing saraf parasimpatetis dan simpatetis saling berpegaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 1993). Ketika seseorang mengalami gangguan tidur maka ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan mengaktifkan saraf parasimpatetis dengan teknik relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur.
Berbagai macam bentuk relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa (utami, 1993). Dari bentuk relaksasi di atas belum pernah dimunculkan kajian tentang bentuk relaksasi dengan dzikir. Bila dalam meditasi penelitian tentang meditasi transendental sudah banyak dilakukan misalnya penelitian mengenai transcendental meditation yang dikembangkan oleh maharishi mahes yogi.
Relaksasi dzikir ini merupakan bentuk sikap pasif atau pasrah dengan menggunakan kata yang diulang-ulang sehingga menimbulkan respon relaksasi yaitu tenang. Respon relaksasi yang digabungkan keyakinan ini sudah dikembangkan oleh Benson (2000), dimana dengan mengulang kata yang dipilih dapat membangkitkan kondisi relaks. Menurutnya metode penggabungan ini lebih efektif bila dibandingkan dengan relaksasi yang tidak melibatkan faktor keyakinan (tentunya hal juga didukung oleh penelitian).
Kata atau dzikir yang akan digunakan sebaiknya berupa kata yang memiliki makna yang dalam bagi subjek. Dalam literatur Islam banyak sekali kata yang dapat digunakan untuk dzikir misalnya Yaa Allah, ahad.. ahad.., alhamdulillah, atau menggunakan asmaul husna. Arti dizkir sendiri adalah ingat, jadi perbuatan dzikir lebih pada makna dari pada verbalisasinya. Sehingga diharapkan dalam relaksasi dzikir ini dapat membawa subjek pada alam trasendental.
Setelah sikap transenden sudah terbentuk langkah selanjutnya adalah membangkitkan sikap pasif yang merupakan sikap dalam relaksasi yaitu dengan menimbulkan sikap pasrah. Pasrah dapat dideskripsikan sebagai sebuah sikap penyerahan total kepada objek trasenden yaitu Allah SWT. Dengan sikap ini apapun yang terjadi dalam diri diterima tanpa reserve, sehingga sangat efektif untuk menimbukan sikap pasif.
Munculkannya gangguan insomnia yang banyak disebabkan oleh konflik internal yang akhirnya menimbulkan stress dapat diredakan dengan sikap penerimaan diri, tidak menentang, dan pasif total. Pada kondisi ini saraf simpatetik yang membuat tegang dapat diturunkan fungsi-fungsinya dan menaikkan saraf parasimpatetik.
Tahap-tahap relaksasi dzikir :
1. Ambil posisi tidur telentang yang paling nyaman,
2. Pejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan sehingga tidak ada ketegangan otot sekitar mata
3. Lemaskan semua otot. Mulailah dengan kaki, kemudian betis, paha dan perut. Gerakkan bahu beberapa kali sehingga tercapai kondisi yang lebih relaks
4. Perhatikan pernapasan. Bernapaslah dengan lambat dan wajar, dan ucapkan dalam hati frase atau kata yang digunakan sebagai contoh anda menggunakan frase yaa Allah. Pada saat mengambil nafas sertai dengan mengucapkan kata yaa dalam hati, setelah selesai keluarkan nafas dengan mengucapkan Allah dalam hati. Sambil terus melakukan no 4, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini mengambarkan sikap pasif yang diperlukan dalam relaksasi, dari sikap pasif akan muncul efek relaksasi ketenangan.
2. Farmakoterapi
Farmakoterapi diindikasikan pada orang sehat yang mengalami transient insomnia atau pada orangtua dengan intermittenr insomnia; tetapi tidak dianjurkan pada insomnia kronik, kecuali bila digunakan secara intermitten atau sebagai terapi ajuvan. Hipnotik sedatif digunakan bila dipastikan tidak ada primary sleep disorder; dan dimulai dengan dosis serendah mungkin untuk waktu sesingkat mungkin. Para orangtua harus diperhitungkan kemungkinan perubahan farmakokinetik..
BenzodiazepinHipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan , maka dinamakan sedativa (obat-obat pereda). Oleh karena itu tidak ada perbedaan yang tajam antara kedua kelompok obat ini.
Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan penggunanya. Sedangkan hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah. Hipnotikum yang ideal sebetulnya tidak ada, tetapi obat-obat yang paling layak digunakan adalah suatu obat dari kelompok benzodiazepin (Tjay and Rahardja, 2002).
Benzodiazepin hendaknya jangan diberikan pada anak-anak untuk periode panjang, karena dapat mempengaruhi perkembangan psikisnya. Obat ini efektif untuk mempercepat tidur, memperpanjang waktu tidur dengan mengurangi frekuensi terbangun serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Selain itu, obat tersebut memiliki keberatan-keberatan yang paling ringan dibandingkan hipnotika. Obat-obatan ini pada umumnya kini dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama karena toksisitasnya dan efek sampingnya yang relatif paling ringan. (Tjay and Rahardja, 2002).
1. Nama generic : Estazolam
Nama dagang di Indonesia : Esilgan
Bentuk Sediaan : Tablet
Dosis : 1-2 mg/malam
Aturan pakai : Diberikan sewaktu hendak tidur. Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan.
Indikasi : Semua gangguan tidur karena gugup, cemas, tegang, psikosis
Kontraindikasi : Miastenia Gravis, pasien yang fungsi pernafasannya sangat tertekan, pasien yanglemah atau lanjut usia.
Efek samping : Letih, lesu, mengantuk, dimana mengantuk dapat dikurangi jika obat diberikan segera sesuadah makan. Efek samping lainnya yaitu pusing, nyeri kepala, mulut kering, rasa pahit di mulut, gangguan lambung usus, dan penglihatan berganda karena otot mata mengendur. Pada penggunaan yang lama dapat menyebabkan rage reaction (perilaku menyerang dan ganas)
Resiko khusus : Untuk wanita hamil. Estazolam termasuk kategori X. Maksudnya, Studi terhadap binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitasjanin atau terdapat bukti adanya risiko pada janin, dan risiko penggunaan obat ini jelas melebihi manfaat yang diperoleh. Obat dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan hamil.
2. Nama generic : Triazolam
Nama dagang di Indonesia : Halcion
Bentuk Sediaan : Tablet
Dosis : 0,125 mg dan 0,25 mg
Aturan pakai : Diberikan sewaktu hendak tidur. Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan.
Indikasi : Insomnia ringan dan berjangka pendek dan sebagai pengobatan insomnia berjangka panjang
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, wanita hamil
Efek Samping : Mengantuk, sakit kepala/pusing, gelisah, kehilangan keseimbangan, mual, muntah.
Resiko khusus : Untuk wanita hamil. Triazolam termasuk kategori X. Maksudnya, Studi terhadap binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitasjanin atau terdapat bukti adanya risiko pada janin, dan risiko penggunaan obat ini jelas melebihi manfaat yang diperoleh. Obat dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan hamil.
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama/ alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik/ biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek medik
12. Riwayat tidur harus mencakup pertimbangan berikut ini:
a. Apakah insomnia yang dialami bersifat di awal, di tengah atau di akhir (maksudnya apakah pasien mempunyai masalah pada saat akan tidur, tidak bisa tetap tidur atau terbangun lebih awal daripada yang dia inginkan?
b. Waktu tertentu untuk tidur dan bangun, apakah ada perubahan baru dalam jadwal ini, dan perbedaan antara hari kerja dan akhir pekan.
c. Mutu subjektif dan jumlah waktu tidur pribadi yang ideal. Seberapa sering terjadi gangguan tidur?
d. Mengantuk di siang hari dan tertidur waktu siang, dan juga waktu tidur siang tersebut.
e. Penggunaan narkoba dan alkohol. Penting untuk mempertimbangkan gejala putus alkohol dan obat penenang sebagai penyebab insomnia. Tanyakan tentang penggunaan kafein. Jangan lupa untuk memasukkan kebiasaan mengkonsumsi minuman kola.
f. Kebiasaan tidur: kebiasaan makan, kenyamanan kamar tidur atau lingkungan tidur, suhu, kebisingan, dan stres.
g. Masalah medis (termasuk masalah rasa sakit dan jiwa) dan bagaimana masalah ini dulu diobati.
h. Pemeriksaan fisik lengkap. Ini dapat menjadi tuntunan bermanfaat kepada pemeriksaan laboratorium yang dapat menghasilkan informasi berharga mengenai keadaan endokrin, kardiovaskular, neurologi dan pernapasan yang menyebabkan insomnia. Namun, pembahasan lengkap mengenai penyebab ini di luar dari makalah ini.
i. perhatikan lingkaran gelap dan pembengkakan yang terdapat disekitar mata pasien
j. pasien merasa kurang aktif dan memiliki seidkit hubungan sosial
k. pasien merasa seperti kehilangan fokus perhatian yang membuatnya tidak dapat merespon rangsangan dari luar
l. pasien sangat sensitif terhadap rangsangan internal seperti sakit perut (gastritis) atau kejang-kejang
m. pasien merasa takut menghadapi malam hari karena susah tidur
n. pengkonsumsian obat-obat tidur dalam beberapa bulan terakhir
Kemungkinan diagnosa yang timbul :
Gangguan pola tidur
Tujuan jangka pendek :
Pasien mampu memulai tertidur dalam 30 menit dan tidur selama paling sedikit 4 jam tanpa terbangun dalam waktu 7 hari.
Tujuan jangka panjang :
Pasien mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jam setiap malam.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Amati pola tidur pasien, catat keadaan-keadaan yang mengganggu tidur.
2. Duduk dengan pasien sampai dia tertidur.
3. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein dihilangkan dari diet pasien.
4. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur ( misalnya : gosok punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat, mandi air hangat, gerak badan secara teratur).
5. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini.
6. Beri jaminan ketersediaan kepada pasien jika dia terbangun pada malam hari dan dalam keadaan ketakutan.
7. Anjurkan untuk tidak merokok
8. Perbaiki suasana ruang tidur (seperti: kualitas kasur dan bantal pilih yang senyaman mungkin, ruangan tidak berisik, ventilasi udara cukup, hindari perbedaan temperature, cahaya yang terlalu terang).
9. Anjurkan melakukan olahraga teratur tapi jangan larut malam.
10. Anjurkan klien untuk jangan gelisah bila tidak bisa tidur, tinggalkan kamar tidur dan lakukan aktivitas santai selama 20-30 menit.
11. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan bila diperlukan.
- masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan diberikan.
- Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa nyaman.
- Kafein adalah stimulan ssp yang dapat mengganggu tidur.
- Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat tidur.
- Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari istirahat dan aktivitas.
- Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa nyaman
- Merokok dapat mengganggu tidur.
- Suasana yang nyaman dapat membantu tidur.
- Olahraga teratur dapat menefektifkan sirkulasi dalam tubuh.
- Aktivitas santai dapat merilekskan tubuh.
- Obat-obatan diperlukan bila terapi non-farmakologik belum cukup membantu.
Gangguan aktivitas
Intervensi Rasional
1. Buat jam-jam tidur yang rutin,
hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini.
2. Anjurkan melakukan olahraga teratur tapi jangan larut malam.
-. Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari istirahat dan aktivitas.
- Olahraga teratur dapat menefektifkan sirkulasi dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tidur adalah kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, gangguan tidur yang sering muncul adalah insomnia. Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejala-gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur. Ada tiga jenis gangguan insomnia, yaitu: susah tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Cukup banyak orang yang mengalami satu dari ketiga jenis gangguan tidur ini. penyebab insomnia yang utama adalah adanya permasalahan emosional, kognitif, dan fisiologis. Salah satu cara untuk mengatasi insomnia adalah dengan metode relaksasi. Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna dkk.2006.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta:EGC
Stuart, Gall W.1998.Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.Jakarta:EGC
Stuart, Gall W.2002.Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5.Jakarta:EGC
Townsend, Marry G.1998.Dagnosa Keperawatan psikiatri Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Perawat5an Edisi 3.Jakarta:EGC
gangguan alam perasaan (mood)
A. Pengertian
- menurut Stuart Laraia dalam Psikiatric Nursing. 1998 menyatakan bahwa:
keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh kepribadian individu dan fungsi kehidupannya. hal ini berhubungan dengan emosi dan memiliki pengertian yang sama dengan keadaaan perasaan atau emosi. ada 4 fungsi adaptasi dari emosi, yaitu sebagai bentuk dari komunikasi sosial, merangsang fungsi fisiologis, kesadaran secara subjektif dan mekanisme pertahanan psikodinamis.
- menurut Jhon W. Santrock dalam Psikologi the Scince of Mind and Behaviour:
kelainan psikologis yang ditandai meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira yang berlebihan (euforia), gerak yang berlebihan (agitation).
depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk gangguan tipe bipolar.
- menurut Patricia D.Barry dalam Mental Health and Mental Ilness:
gangguan mental afektif (gangguan alam perasaan) meliputi kondisi mental yang menyebabkan perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek) atau keadaan emosional dalam periode waktu yang panjang. perubahan emosional dapat berupa depresi, kegembiraan atau kombinasi dari berbagai siklus.
B. Rentang Respon Emosi
rentang respon emosi seseorang normalnya bergerak secara dinamis. bukan merupakan titik yng statis dan tetap. dinamisasi tersebut dipengaruhi oleh organobiologis, psokoedukatif, sosiocultural. klien yang mengalami gangguan alam perasaan, reaksinya cenderung menetap dan memanjang. hal tersebut sangat tergantung pada tipe gangguan alam perasaan (manik, depresif, atau kombinasi dari keduanya).
rentang respon emosi:
1. Responsif : ciri-cirinya klien lebih terbuka, menyadari perasaannya, dapat berpartisipasi dengan dunia internal (memahami harapan dirinya) dan dunia eksternal (memahami harapan oranglain)
2. Reaksi kehilangan yang wajar : ciri-cirinya klien merasa bersedih, kegiatan sehari-hari klien terhenti (misalnya bekerja, sekolah), pikiran dan perasaan klien lebih berfokus pada diri sendir, tetapi hal tersebut hanya berlangsung sementara.
3. Supresi : Ciri-cirinya klien menyangkal perasaannya sendiri, klien berusaha menekan atau mengalihkan perhatiannya terhadap lingkungan. Apabila fase ini berlangsung memanjang dapat mengganggu individu..
4.Depresi : ciri-cirinya ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu merasa gagal, tidak berminat terhadap ADL, sampai adanya niat bunuh diri.
C. Tipe Gangguan Alam Perasaan
a. Mood Episode : mayor depressive episode, manic episode dll.
b. Depressive Disorders : mayor depressive disorders, dysthymic disorders
c Bipolar Disorders : bipolar disorders, cyclothymic disorders.
D.Gejala Gangguan Mood Depresi
- kemurungan, kesedihan, kelesuan, hilangnya gairah hidup, tidak ada semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa.
- gejala penyerta : sulit konsentrasi dan daya ingat menurun, nafsu makan dan berat badan menurun, ganggua tidur disertai mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, agitasi /retardasi motorik (gelisah atau perlambatan gerakan, hilangnya perasaan senang, meninggalkan hobi, kreatifitas dan produktifitas menurun, gangguan seksual, pikiran tentang kematian dan bunuh diri. salah satu gejala dari gangguan depresi adaalah bunuh diri, sebanyak 40% penderita depresi mempunyai ide untuk bunuh diri, dan hanya lebih kurang 15% saja yang sukses melakukannya. angka bunuh diri pada remaja AS dalam satu tahun antara 1,7-5,9% dan untuk selama hidup antara 3,0-7,1%. diperkirakan 12% dari kematian pada kelompok anak dan remaja di AS disebabkan karena bunuh diri. Di Indonesia kasus bunuh diri pada anak belum diketahui persentasenya.