Para Staff Pengajar Keperawatan FIK UNPAD

Para Staff Pengajar Keperawatan FIK UNPAD

Power Point Presentation: Keperawatan Jiwa

Power Point Mengenai Insomnia

KASUS KESEHATAN MENTAL ALAM PERASAAN

By Gank-Guan Djiwa

, ,

dr. Sigit Widyatmoko, SpPD

Sebut saja wanita separuh baya berjilbab itu Tina. Saya bertemu dengannya hampir tiga tahun yang lalu di Meulaboh, Aceh Barat. Ketika itu saya menjadi relawan bencana gempa bumi dan tsunami, utusan dari RS Sardjito Yogyakarta. Tina sebenarnya adalah perawat di bagian kamar operasi RSU Meulaboh. Peristiwa tsunami membuatnya dipindah ke bagian penyakit dalam.

”Waktu itu air sudah setinggi leher saya, Dok. Rumah saya sudah terendam. Pikiran saya hanya bagaimana menyelamatkan anak saya. Dengan memakai tandu bersama suami saya angkat anak saya dua orang, berjalan di tengah luapan air sejauh lima kilometer menuju bukit. Setiap kali gelombang air menerpa, saya berteriak, “Allahu Akbar…!”

Akhirnya Tina dan keluarganya memang selamat. Tetapi perilakunya menjadi berubah. Sebelumnya dia dikenal sebagai perawat yang kalem, tenang, dan percaya diri. Setelah peristiwa itu dia menjadi sosok yang sering gugup, mudah menangis, dan minderan. Kadang-kadang kalau melamun dia berteriak takbir. Pimpinan rumah sakit kemudian memindahkannya ke bangsal penyakit dalam karena dikhawatirkan dapat mengganggu pelaksanaan operasi.

Masih banyak beribu Tina lain di Aceh. Survei bersama yang dilakukan Universitas Syiah Kuala, IOM (International Organization of Migrant), dan Universitas Harvard pada September 2006 menemukan bahwa 65% dari penduduk Aceh yang diteliti mengalami depresi, 69% mengalami gangguan cemas, dan 34% mengalami gangguan stres paska-trauma (PTSD atau post traumatic stress disorder).

Survei berikutnya yang dipublikasikan bulan Juni tahun 2007 atau hampir tiga tahun setelah tsunami menemukan hasil yang sedikit berbeda. Penelitian yang dilakukan di komunitas-komunitas berkonflik tinggi di 14 kabupaten di Aceh ini menemukan bahwa 35% penduduk mengalami gejala depresi, 10% mengalami PTSD dan 39% gejala kecemasan. Berarti tiga tahun setelah bencana gangguan kejiwaan masih dialami oleh sebagian penduduk Aceh.

Apa itu PTSD? Istilah “Post Traumatic Stress Disorder” pada mulanya ditujukan bagi para veteran perang di Amerika Serikat. Sebutan awalnya adalah “shell shock” atau “battle fatique”, yang menunjukkan suatu gangguan kejiwaan yang dialami seseorang setelah menjalani suatu pertempuran. Istilah PTSD semakin populer di Amerika Serikat terutama sejak pemerintahan George Walker Bush. Banyak serdadu Amerika mengalami PTSD setelah berperang di Afghanistan dan Irak.

Istilah PTSD kemudian diperluas tidak hanya bagi para serdadu perang. Setiap orang yang menunjukkan gejala-gejala khas setelah mengalami suatu trauma psikologis tertentu juga disebut mengalami PTSD. Trauma psikologis itu biasanya berada di luar batas-batas pengalaman manusia yang lazim terjadi. Kebalikannya adalah trauma yang berada di dalam batas-batas pengalaman misalnya duka cita akibat kematian, penyakit kronik, konflik perkawinan, atau kerugian dagang. Trauma yang terjadi tidak hanya yang dialami oleh orang yang bersangkutan, tetapi dapat juga oleh temannya, anggota keluarganya, atau bersama-sama dengan kelompoknya.

Stressor yang menghasilkan gangguan ini selain peperangan adalah bencana alam, kecelakaan alat transportasi yang hebat, dan bencana yang sengaja dibuat manusia. Contoh yang terakhir adalah pemboman, penyiksaan, dan yang paling terkenal kamp konsentrasi. Penyekapan, penyiksaan, dan pembunuhan di kamp konsentrasi memberikan pukulan mental yang sangat berat kepada para korbannya. Peneliti dari Universitas Yale, Amerika Seriat, pada tahun 1980 mengumpulkan testimoni para korban holocaust yang masih hidup. Ternyata para korban tersebut masih mengalami PTSD. Hal ini menjungkirbalikkan tesis semula bahwa trauma memiliki rentang waktu tertentu.

Menurut Sigmund Freud trauma adalah ingatan yang direpresi. Apakah setiap trauma dapat mengakibatkan PTSD? Tentu saja tidak. Sebagaimana dikemukakan di atas, hanya trauma luar biasa saja yang dapat menyebabkan PTSD. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah jenis trauma, lamanya kejadian, berulangnya kejadian, latar belakang mental individu, dan tidak kalah penting yaitu dukungan dari teman dan keluarga.

Individu dengan latar belakang mental yang kuat akan tetap tegar meskipun mendapat trauma yang berat. Sebaliknya pada individu yang mudah luka (vulnerable), mendapat trauma yang kecil pun dapat mengalami PTSD. Karena itu sekelompok masyarakat yang sama-sama merasakan sebuah trauma dengan derajat yang sama belum tentu keluarannya akan sama pula.

Pengaruh hormonal juga ada walaupun masih dalam penelitian. Ada satu jenis hormon bernama dehydroepiandrosterone-S (DHEA-S) yang cukup signifikan dalam pembentukan stres. Makin tinggi level hormon ini pada seseorang, makin baik mereka mengontrol stresnya. Charles Morgan, seorang psikiatri dari National Center for Post-Traumatic Stress Disorder di West Haven, Connecticut, Amerika Serikat (AS) menganalisis 25 orang tentara lelaki sesudah mengikuti tes fisik dan psikologi pada sebuah simulasi kamp perang.

Para tentara tersebut diambil sampel ludah dan darahnya serta menjawab beberapa pertanyaan mengenai perasaan mereka terhadap lingkungannya. Mereka yang memiliki gejala seperti melanggar peraturan dan ketakutan disinyalir sebagai pengidap PTSD. Dari studi ini ditemukan bahwa tentara yang mempunyai kadar rasio DHEA-S tinggi dalam kortisolnya cenderung memiliki gejala PTSD yang rendah. Hal ini relevan dengan data pada kelompok sipil seperti pemadam kebakaran, petugas kepolisian dan anggota penolong darurat di mana pekerjaan mereka sangat terkait dengan stres.

Semua kelompok umur dapat mengalami PTSD. Gejalanya bervariasi antar-individu. Yang jelas manifestasi klinisnya tidak sekedar berupa gangguan depresi atau cemas. Gejala-gejala PTSD bisa berupa perasaan seolah-olah mengalami kembali peristiwa traumatik (flash back), mimpi buruk, kacaunya ingatan, perasaan kecewa, dan gangguan tidur atau insomnia. Juga reaksi kaget yang berlebihan dan waspada berlebihan.

Gejala lainnya adalah gangguan panik, ingin menghindari orang lain, penyalahgunaan zat, sampai dengan gangguan psikotik akut. Juga ada penyangkalan, yaitu penderita tidak ingin berhubungan lagi dengan sesuatu yang dapat mengingatkannya lagi dengan traumanya. Sebagai contoh ada penduduk Aceh yang takut melihat air pada beberapa bulan setelah tsunami. Pada kasus lain ada ibu muda yang ingin membunuh anaknya yang merupakan hasil hubungan gelapnya dengan seseorang yang kemudian tidak mau menjadi suaminya.

Pengobatan

Penanganan PTSD membutuhkan tim yang kompak dan berpengalaman. Untuk penanganan Aceh sudah banyak tim terjun dari dalam dan luar negeri. “Pusat Pengobatan Trauma Hyogo (Hyogo Institute for Traumatic Stress)” yang didirikan Profesor Hyogo,ahli penanggulangan bencana Gempa Bumi Kobe, terbang ke Aceh sejak bulan ke-2 dari bencana. Tim Jogja dari Bagian Jiwa RSUP Sardjito rutin mengirimkan dokter spesialis jiwa sejak awal penangangan bencana sampai sekarang. Demikian juga dari instansi pemerintah seperti BKKBN dan Departemen Sosial.

Metoda pengobatan yang sekarang banyak dikembangkan adalah prolonged exposure therapy, yang dapat membantu pasien menghadapi situasi yang ditakuti secara aman dan sistematis. Sasaran utama dari metoda ini adalah menghapuskan “penyangkalan “. Pasien menghabiskan banyak waktu dan energi untuk tidak berfikir atau berbicara mengenai trauma tsb. Dalam terapi ini pasien justru akan diarahkan untuk menceritakan peristiwa traumatik yang dialaminya.

Tujuannya untuk melatih otak agar otak tidak sensitif lagi pada peristiwa tersebut. Pasien juga diarahkan, diperkuat, dan diperbarui mekanisme adaptasinya. Hal ini supaya perasaan bersalah, marah, sedih, dsb dapat berkurang.

Metoda ini sekarang dikembangkan lagi menjadi virtual reality oleh Michael Kramer, psikolog klinis di Veteran Administration Hospital di Manhattan, AS, untuk menerapi veteran perang Iraq. Veteran tersebut diberikan pemandangan-pemandangan Iraq. Pasien dapat menavigasikan jalan-jalan, gedung-gedung, pasar, mobil, dan penduduk sipil. Dengan menggunakan tombol-tombol, dapat ditampilkan pemandangan seorang pria dewasa yang tersandung kemudian terjatuh di tengah jalan, dan minta tolong. Atau seorang anak laki-laki yang tampak di sudut jalan, melambaikan tangan, dan tampak sangat bersahabat. Pemandangan ini dapat memprovokasi kecemasan pada beberapa veteran yang sebelumnya mempunyai ketakutan akan tipu muslihat.

Meski ada yang menyejajarkan trauma akibat tsunami Aceh dengan tragedi holocaust, tetapi membandingkan musibah satu dengan yang lain tentu kurang etis. Tragedi lumpur Lapindo misalnya; apakah trauma yang dialami penduduk Sidoarjo ini bukan merupakan stressor yang sangat besar

Kehilangan rumah, sawah, sekolah, pekerjaan, lingkungan ramah, masjid, jalan tol, dan mungkin …. masa depan! Menurut berita sudah banyak yang terkena PTSD. Penanganannya jauh lebih komplek, karena bencanamya sampai sekarang masih terus terjadi. Apakah uang ganti rugi dapat mengembalikan senyum mereka?

Tentu akan lebih baik jika mereka dibuatkan lingkungan baru yang sebanding dengan kondisi sebelum bencana. Wallahu a’lam

KASUS KESEHATAN MENTAL ALAM PERASAAN

By Gank-Guan Djiwa

, ,

dr. Sigit Widyatmoko, SpPD

Sebut saja wanita separuh baya berjilbab itu Tina. Saya bertemu dengannya hampir tiga tahun yang lalu di Meulaboh, Aceh Barat. Ketika itu saya menjadi relawan bencana gempa bumi dan tsunami, utusan dari RS Sardjito Yogyakarta. Tina sebenarnya adalah perawat di bagian kamar operasi RSU Meulaboh. Peristiwa tsunami membuatnya dipindah ke bagian penyakit dalam.

”Waktu itu air sudah setinggi leher saya, Dok. Rumah saya sudah terendam. Pikiran saya hanya bagaimana menyelamatkan anak saya. Dengan memakai tandu bersama suami saya angkat anak saya dua orang, berjalan di tengah luapan air sejauh lima kilometer menuju bukit. Setiap kali gelombang air menerpa, saya berteriak, “Allahu Akbar…!”

Akhirnya Tina dan keluarganya memang selamat. Tetapi perilakunya menjadi berubah. Sebelumnya dia dikenal sebagai perawat yang kalem, tenang, dan percaya diri. Setelah peristiwa itu dia menjadi sosok yang sering gugup, mudah menangis, dan minderan. Kadang-kadang kalau melamun dia berteriak takbir. Pimpinan rumah sakit kemudian memindahkannya ke bangsal penyakit dalam karena dikhawatirkan dapat mengganggu pelaksanaan operasi.

Masih banyak beribu Tina lain di Aceh. Survei bersama yang dilakukan Universitas Syiah Kuala, IOM (International Organization of Migrant), dan Universitas Harvard pada September 2006 menemukan bahwa 65% dari penduduk Aceh yang diteliti mengalami depresi, 69% mengalami gangguan cemas, dan 34% mengalami gangguan stres paska-trauma (PTSD atau post traumatic stress disorder).

Survei berikutnya yang dipublikasikan bulan Juni tahun 2007 atau hampir tiga tahun setelah tsunami menemukan hasil yang sedikit berbeda. Penelitian yang dilakukan di komunitas-komunitas berkonflik tinggi di 14 kabupaten di Aceh ini menemukan bahwa 35% penduduk mengalami gejala depresi, 10% mengalami PTSD dan 39% gejala kecemasan. Berarti tiga tahun setelah bencana gangguan kejiwaan masih dialami oleh sebagian penduduk Aceh.

Apa itu PTSD? Istilah “Post Traumatic Stress Disorder” pada mulanya ditujukan bagi para veteran perang di Amerika Serikat. Sebutan awalnya adalah “shell shock” atau “battle fatique”, yang menunjukkan suatu gangguan kejiwaan yang dialami seseorang setelah menjalani suatu pertempuran. Istilah PTSD semakin populer di Amerika Serikat terutama sejak pemerintahan George Walker Bush. Banyak serdadu Amerika mengalami PTSD setelah berperang di Afghanistan dan Irak.

Istilah PTSD kemudian diperluas tidak hanya bagi para serdadu perang. Setiap orang yang menunjukkan gejala-gejala khas setelah mengalami suatu trauma psikologis tertentu juga disebut mengalami PTSD. Trauma psikologis itu biasanya berada di luar batas-batas pengalaman manusia yang lazim terjadi. Kebalikannya adalah trauma yang berada di dalam batas-batas pengalaman misalnya duka cita akibat kematian, penyakit kronik, konflik perkawinan, atau kerugian dagang. Trauma yang terjadi tidak hanya yang dialami oleh orang yang bersangkutan, tetapi dapat juga oleh temannya, anggota keluarganya, atau bersama-sama dengan kelompoknya.

Stressor yang menghasilkan gangguan ini selain peperangan adalah bencana alam, kecelakaan alat transportasi yang hebat, dan bencana yang sengaja dibuat manusia. Contoh yang terakhir adalah pemboman, penyiksaan, dan yang paling terkenal kamp konsentrasi. Penyekapan, penyiksaan, dan pembunuhan di kamp konsentrasi memberikan pukulan mental yang sangat berat kepada para korbannya. Peneliti dari Universitas Yale, Amerika Seriat, pada tahun 1980 mengumpulkan testimoni para korban holocaust yang masih hidup. Ternyata para korban tersebut masih mengalami PTSD. Hal ini menjungkirbalikkan tesis semula bahwa trauma memiliki rentang waktu tertentu.

Menurut Sigmund Freud trauma adalah ingatan yang direpresi. Apakah setiap trauma dapat mengakibatkan PTSD? Tentu saja tidak. Sebagaimana dikemukakan di atas, hanya trauma luar biasa saja yang dapat menyebabkan PTSD. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah jenis trauma, lamanya kejadian, berulangnya kejadian, latar belakang mental individu, dan tidak kalah penting yaitu dukungan dari teman dan keluarga.

Individu dengan latar belakang mental yang kuat akan tetap tegar meskipun mendapat trauma yang berat. Sebaliknya pada individu yang mudah luka (vulnerable), mendapat trauma yang kecil pun dapat mengalami PTSD. Karena itu sekelompok masyarakat yang sama-sama merasakan sebuah trauma dengan derajat yang sama belum tentu keluarannya akan sama pula.

Pengaruh hormonal juga ada walaupun masih dalam penelitian. Ada satu jenis hormon bernama dehydroepiandrosterone-S (DHEA-S) yang cukup signifikan dalam pembentukan stres. Makin tinggi level hormon ini pada seseorang, makin baik mereka mengontrol stresnya. Charles Morgan, seorang psikiatri dari National Center for Post-Traumatic Stress Disorder di West Haven, Connecticut, Amerika Serikat (AS) menganalisis 25 orang tentara lelaki sesudah mengikuti tes fisik dan psikologi pada sebuah simulasi kamp perang.

Para tentara tersebut diambil sampel ludah dan darahnya serta menjawab beberapa pertanyaan mengenai perasaan mereka terhadap lingkungannya. Mereka yang memiliki gejala seperti melanggar peraturan dan ketakutan disinyalir sebagai pengidap PTSD. Dari studi ini ditemukan bahwa tentara yang mempunyai kadar rasio DHEA-S tinggi dalam kortisolnya cenderung memiliki gejala PTSD yang rendah. Hal ini relevan dengan data pada kelompok sipil seperti pemadam kebakaran, petugas kepolisian dan anggota penolong darurat di mana pekerjaan mereka sangat terkait dengan stres.

Semua kelompok umur dapat mengalami PTSD. Gejalanya bervariasi antar-individu. Yang jelas manifestasi klinisnya tidak sekedar berupa gangguan depresi atau cemas. Gejala-gejala PTSD bisa berupa perasaan seolah-olah mengalami kembali peristiwa traumatik (flash back), mimpi buruk, kacaunya ingatan, perasaan kecewa, dan gangguan tidur atau insomnia. Juga reaksi kaget yang berlebihan dan waspada berlebihan.

Gejala lainnya adalah gangguan panik, ingin menghindari orang lain, penyalahgunaan zat, sampai dengan gangguan psikotik akut. Juga ada penyangkalan, yaitu penderita tidak ingin berhubungan lagi dengan sesuatu yang dapat mengingatkannya lagi dengan traumanya. Sebagai contoh ada penduduk Aceh yang takut melihat air pada beberapa bulan setelah tsunami. Pada kasus lain ada ibu muda yang ingin membunuh anaknya yang merupakan hasil hubungan gelapnya dengan seseorang yang kemudian tidak mau menjadi suaminya.

Pengobatan

Penanganan PTSD membutuhkan tim yang kompak dan berpengalaman. Untuk penanganan Aceh sudah banyak tim terjun dari dalam dan luar negeri. “Pusat Pengobatan Trauma Hyogo (Hyogo Institute for Traumatic Stress)” yang didirikan Profesor Hyogo,ahli penanggulangan bencana Gempa Bumi Kobe, terbang ke Aceh sejak bulan ke-2 dari bencana. Tim Jogja dari Bagian Jiwa RSUP Sardjito rutin mengirimkan dokter spesialis jiwa sejak awal penangangan bencana sampai sekarang. Demikian juga dari instansi pemerintah seperti BKKBN dan Departemen Sosial.

Metoda pengobatan yang sekarang banyak dikembangkan adalah prolonged exposure therapy, yang dapat membantu pasien menghadapi situasi yang ditakuti secara aman dan sistematis. Sasaran utama dari metoda ini adalah menghapuskan “penyangkalan “. Pasien menghabiskan banyak waktu dan energi untuk tidak berfikir atau berbicara mengenai trauma tsb. Dalam terapi ini pasien justru akan diarahkan untuk menceritakan peristiwa traumatik yang dialaminya.

Tujuannya untuk melatih otak agar otak tidak sensitif lagi pada peristiwa tersebut. Pasien juga diarahkan, diperkuat, dan diperbarui mekanisme adaptasinya. Hal ini supaya perasaan bersalah, marah, sedih, dsb dapat berkurang.

Metoda ini sekarang dikembangkan lagi menjadi virtual reality oleh Michael Kramer, psikolog klinis di Veteran Administration Hospital di Manhattan, AS, untuk menerapi veteran perang Iraq. Veteran tersebut diberikan pemandangan-pemandangan Iraq. Pasien dapat menavigasikan jalan-jalan, gedung-gedung, pasar, mobil, dan penduduk sipil. Dengan menggunakan tombol-tombol, dapat ditampilkan pemandangan seorang pria dewasa yang tersandung kemudian terjatuh di tengah jalan, dan minta tolong. Atau seorang anak laki-laki yang tampak di sudut jalan, melambaikan tangan, dan tampak sangat bersahabat. Pemandangan ini dapat memprovokasi kecemasan pada beberapa veteran yang sebelumnya mempunyai ketakutan akan tipu muslihat.

Meski ada yang menyejajarkan trauma akibat tsunami Aceh dengan tragedi holocaust, tetapi membandingkan musibah satu dengan yang lain tentu kurang etis. Tragedi lumpur Lapindo misalnya; apakah trauma yang dialami penduduk Sidoarjo ini bukan merupakan stressor yang sangat besar

Kehilangan rumah, sawah, sekolah, pekerjaan, lingkungan ramah, masjid, jalan tol, dan mungkin …. masa depan! Menurut berita sudah banyak yang terkena PTSD. Penanganannya jauh lebih komplek, karena bencanamya sampai sekarang masih terus terjadi. Apakah uang ganti rugi dapat mengembalikan senyum mereka?

Tentu akan lebih baik jika mereka dibuatkan lingkungan baru yang sebanding dengan kondisi sebelum bencana. Wallahu a’lam

KASUS DEPRESI

By Gank-Guan Djiwa

KASUS DEPRESI
Mei 27, 2008

Nana (22th), seorang gadis yang bekerja sebagai operator sebuah perusahaan, datang menjumpai penulis. Ia mengeluh sudah dua bulan belakangan ini menjadi pelupa, sering melamun, dan yang parah lagi setiap hari Nana seperti selalu kehabisan tenaga sehingga merasa kekurangan waktu untuk istirahat setiap harinya.Lain Nana, lain lagi dengan Tari (21th). Gadis yang bekerja di perusahaan yang sama dengan Nana, mengaku sejak tiga minggu pertamanya bekerja, ia sudah merasa adanya sesuatu yang salah pada dirinya. Ia menjadi mudah lelah dan mengantuk, meski jam tidurnya sudah 8 jam sehari. Karena hal tersebutlah, Tari jadi enggan untuk ke luar dormitory selepas kerja, sekedar bersosialisasi dengan tetangga atau teman-temannya. Bahkan dengan teman-teman satu dormitory pun Tari merasa tidak akrab. Sehingga akhirnya ia merasa perlu mengetahui apa yang tengah ia alami saat ini.
Seperti kasus Nana dan Tari di atas, jumlah kasus depresi (ringan hingga berat) yang sesungguhnya bisa lebih besar dari apa yang diketahui selama ini (fenomena gunung es). Apalagi untuk kasus depresi dan gangguan jiwa lainnya memiliki stigma negatif di dalam masyarakat. Mereka yang menderita depresi dan gangguan jiwa lainnya akan mendapat sebutan “gila, sinting, steheng, dll” yang semuanya sangat menyakitkan bagi mereka yang mengalami. Masyarakat memang sering tidak berlaku adil dalam memandang sesuatu. Seharusnya dalam kasus ini, penderita depresi dan gangguan jiwa lainnya mendapat perlakuan yang sama dengan mereka yang menderita sakit fisik.


Depresi, Gejala dan Penyebabnya


Menurut sumber informasi yang diperoleh dari Media Indonesia (19/10/2004), terdapat peningkatan 10 % jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa di kota-kota besar Indonesia. Gangguan jiwa disini beragam, mulai dari yang ringan hingga yang diklasifikasikan sebagai gangguan jiwa berat.
Hal ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih awas dan cermat dalam mengamati situasi dan kondisi orang disekitar kita. Bukan untuk menghindari, tapi justeru untuk dapat memberikan pertolongan sedini mungkin apabila mendapati salah satu orang terdekat kita mulai menunjukan gejala-gejala (symptoms) gangguan jiwa.
Salah satu jenis gangguan jiwa yang populer di masyarakat adalah depresi. Adapun gejala-gejala orang yang menderita depresi adalah: perasaan sedih yang terus menerus, kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, terjadinya perubahan berat badan (bisa naik-bisa turun), gangguan tidur (bisa sulit tidur atau sebaliknya), mudah lelah. Gejala tersebut minimal terjadi selama 2 minggu atau lebih. Gangguan ini bisa menyebabkan orang yang menderitanya memutuskan untuk bunuh diri apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius. Penanganan yang serius disini tidak hanya berarti mendapat penanganan dari profesional (seperti psikiater atau psikolog), namun juga harus melibatkan lingkungan terdekat penderita. Lingkungan terdekat penderita depresi (keluarga, pasangan hidup, pacar, atau sahabat) dapat menjadi sumber dukungan sosial (social support) bagi percepatan pemulihan kondisi psikologis penderita depresi.

Menurut perkembangan dunia medis, diketahui bahwa depresi memiliki dasar biologis. Bukti-bukti yang ditemukan dari penelitian selama ini, menunjukkan bahwa para penderita depresi memiliki kandungan neurotransmitter norepinephrine yang rendah di dalam otak mereka. Namun, penyebab rendahnya zat ini dalam otak penderita depresi masih menjadi bahan diskusi yang menarik diantara para ahli. Namun para ahli sepakat bahwa faktor psikososial penderita menjadi salah satu pencetus rendahnya neurotransmitter norepinephrine ini.
Faktor psikososial yang dimaksud disini adalah: situasi dan kondisi yang tengah dialami oleh penderita depresi. Dari faktor sosial: tingkat ekonomi, lingkungan kerja, keluarga, hubungan interpersonal, dll. Sedangkan faktor psikologi yang dimaksud disini adalah faktor kepribadian (personality) seseorang.
Dari penelitian para psikolog ditemukan fakta bahwa mereka yang memiliki ciri kepribadian: selalu mengalah, selalu terlihat baik, teratur, dan introvert, memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi depresif. Karena, mereka yang memiliki ciri kepribadian diatas biasanya kesulitan untuk mengekspresikan rasa marah (agresif) dan cenderung memilih untuk menekan perasan-perasaan tersebut.
Intinya, apabila kondisi di atas terjadi terus menerus dan diluar ambang toleransi seseorang, maka orang tersebut menjadi frustrasi dan akhirnya mengantarkan pada kondisi depresif. Gabungan dari semua faktor yang telah disebutkan di atas itulah yang menyebabkan seseorang menderita depresi.


Penangan Depresi


Penderita depresi mulai dari yang ringan hingga berat membutuhkan penanganan dan perhatian khusus guna memulihkan kondisi psikologisnya. Bagi mereka yang masih dalam kategori depresi ringan, perhatian dan dukungan dari orang terdekat adalah obat mujarab bagi penderitanya.
Dengan perhatian dan dukungan tersebut diharapkan penderita depresi mau menceritakan kesulitan yang tengah dihadapinya sehingga ia tidak merasa sendiri dalam menghadapi permasalahan dalam hidup. Pada saat penderita depresi mau menceritakan kesulitannya dan mau berbagi dengan orang lain, maka proses penyembuhan pun telah dimulai. Semakin banyak yang mau dibagi, maka semakin besar peluang pemulihan bagi penderita depresi. Disini peran orang terdekat penderita depresi memiliki arti yang sangat penting bagi proses pemulihan. Setiap orang, sebaiknya belajar untuk memiliki keterampilan untuk berempati sehingga mampu membina hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain. Selain sangat berguna dalam pergaulan, kemampuan berempati dapat membantu penderita depresi mencurahkan perasaannya sebagai bagian dari proses pemulihannya. Namun apabila kita menghadapi penderita depresi yang sudah cukup berat, maka jangan pernah ragu untuk menghubungi profesional yang memang biasa menangani kasus-kasus semacam itu (psikiater atau psikolog). Selain memerlukan konselling mendalam, pada kasus-kasus depresi berat, biasanya pemberian obat anti depresan digunakan dokter untuk menaikkan mood penderita depresi. Tujuannya agar psikiater atau psikolog tetap memiliki kontak dengan penderita depresi yang biasanya menunjukkan ciri-ciri penarikan diri yang cukup parah.
Penyelesaian masalah yang dihadapi penderita depresi pun tetap harus diselesaikan oleh penderita depresi tersebut. Fungsi psikiater atau psikolog disini adalah sebagai pembimbing yang membantu penderita depresi menemukan akar masalahnya dan menumbuhkan tanggung jawab pribadi penderita untuk mau menghadapi masalahnya dan tidak tenggelam dalam kondisi depresi. Konselor akan tidak henti-hentinya memberikan semangat dan memotivasi penderita bahwa ia mampu bertumbuh secara wajar dan menjadi pribadi yang sehat. Gejala-gejala (symptoms) yang ada tidak mewakili dirinya, ia hanya seperti tamu tidak diundang yang akan pergi apabila kita tidak mengijinkannya untuk tinggal di dalam rumah jiwa kita. Jadi, bila ada masalah dalam hidup ini jangan pernah dipendam sendiri, bagilah dengan orang-orang yang kita percaya. Bisa pacar, sahabat, guru kita, atau siapa saja yang mampu membuat kita berlama-lama mencurahkan isi hati kita. Curhat bukan menunjukkan kelemahan kita, dengan curhat berarti kita menghargai dan menyayangi diri kita. Bukankah seseorang yang mencintai sesuatu atau seseorang mengetahui apa yang dibutuhkan sesuatu atau seseorang yang kita cintai tersebut? So, masalah? curhat aja lagi!

Minum Susu, Tidur Jadi Lebih Berkualitas

By Gank-Guan Djiwa

Pola kehidupan modern yang cenderung mengutamakan pekerjaan membuat pola biologis tubuh menjadi terganggu, termasuk jadwal tidur. Perubahan ini terkadang tidak hanya sebatas fisik, tetapi berpengaruh juga terhadap metabolisme tubuh.

Dalam keadaan stres, umumnya kerja jantung menjadi lebih cepat sehingga sirkulasi darah juga lebih cepat. Dalam kondisi demikian, darah akan meningkatkan kapasitasnya untuk menyirkulasikan oksigen dan zat makanan, namun di sisi lain menurunkan kapasitas dan fungsi darah yang berhubungan dengan relaksasi. Keadaan ini dapat menimbulkan kelelahan dan menuntut tubuh beristirahat lebih banyak. Akan tetapi, ternyata banyak kasus sulit tidur justru dialami para pekerja yang lelah sehabis bekerja.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penunjang tidur nyenyak adalah rasa santai dan rileks di seluruh tubuh. Kecepatan metabolisme tubuh dan ketegangan pikiran juga harus dikendurkan sebelum tidur. Salah satu cara yang dipercaya ampuh membantu tidur nyenyak adalah meminum susu hangat sebelum tidur.

Tidur berkualitas

  • Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar tetap sehat, yang perlu diperhatikan adalah kualitas tidur.

Saat tidur, seluruh aktivitas dalam tubuh menurun sampai ke tingkat metabolisme dasar (metabolisme basal). Ini memungkinkan sel-sel saraf yang berfungsi sebagai pusat kendali beristirahat atau berelaksasi. Saat itulah keseimbangan biokimia tubuh yang terganggu dipulihkan. Terjadi pula perbaikan pada organ-organ dan sel-sel yang terkena penyakit atau mulai aus.

Gangguan tidur yang paling umum adalah sulit tidur atau tidur tidak nyenyak. Orang sering mengidentikkannya dengan insomnia. Sebenarnya, pengertian insomnia tidak cuma itu, tetapi lebih luas lagi, yaitu meliputi gangguan-gangguan yang mengawali, mengiringi, dan mengakhiri tidur.

Sebagian besar kasus insomnia disebabkan oleh gangguan mental, seperti depresi, kekhawatiran, atau ketegangan. Penyebab lain adalah penyakit fisik atau ketidaknyamanan, seperti hawa yang terlalu panas atau dingin, bising, diet, gangguan ritme biologis, seperti jetlag atau aktivitas fisik yang berat menjelang tidur, olahraga misalnya.

Selain itu, ada beberapa jenis bahan makanan yang dapat memicu terjadinya insomnia, seperti kafein pada kopi dan garam. Garam dapat merangsang kelenjar adrenalin dengan cara yang sama seperti kafein.

Selain itu, garam juga memicu tekanan darah tinggi yang dapat menyebabkan seseorang sulit tidur.

Jurus yang sering disarankan dokter agar bisa tidur nyenyak adalah :

(1) mandi air hangat, (2) tidur pada waktu yang tetap setiap harinya, (3) menghindari konsumsi alkohol menjelang tidur, (4) jangan tidur siang, (5) membeli tempat tidur baru, (6) membaca novel ringan, (7) menulis daftar kegiatan dan tugas-tugas esok hari, (8) menghindari makan menjelang tidur, (9) tidur di ruang yang gelap dan tenang, (10) minum segelas susu hangat sebelum tidur.

Segelas susu

  • Susu hangat dapat menimbulkan efek rileks dan nyaman pada tubuh. Susu hangat dapat memperlambat metabolisme tubuh dan memunculkan perasaan kantuk.

Mekanisme menuju pada kenyamanan dalam tidur merupakan hasil interaksi molekul-molekul dalam susu dan merupakan reaksi yang terjadi dalam tubuh akibat asupan susu tersebut. Substansi utama dalam susu yang dapat membantu relaksasi adalah mineral susu dan protein susu.

Mineral susu yang berpengaruh langsung terhadap relaksasi tubuh adalah kalsium, magnesium, dan fosfor. Ketiga mineral tersebut merupakan mineral utama yang terdapat di dalam susu. Kandungan kalsium, magnesium, dan fosfor dapat mencapai 30 persen dari total mineral susu.

Kalsium dapat mengatur tekanan darah (blood pressure modulator). Pada penderita tekanan darah tinggi (hipertensi), kalsium yang masuk ke dalam darah akan menurunkan viskositas darah. Keadaan ini tentu saja sangat baik bagi penderita hipertensi. Pada tekanan darah normal, kalsium dapat membantu mempertahankan tekanan darah. Tekanan darah yang stabil dapat membantu mencegah stres dan menimbulkan perasaan rileks sehingga memudahkan tubuh beristirahat.

Peran lain kalsium bersama fosfor adalah dalam memelihara kerja otot-otot tubuh. Rasio Ca-P dalam darah sangat berpengaruh terhadap densitas tulang. Belakangan diketahui pula bahwa rasio Ca-P yang seimbang, yaitu 1 : 1, dapat memelihara fungsi otot polos dan otot lurik, terutama dalam regulasi kontraksi dan relaksasi.

Mekanisme stimulasi relaksasi juga dibantu oleh magnesium. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa magnesium dapat mencegah otot kaku, kejang/kram dan ngilu-ngilu yang biasanya terjadi setelah seharian beraktivitas atau pada wanita saat masa menstruasi (Setiadi, 2003).

Protein susu

  • Salah satu komponen protein susu yang sangat berpengaruh terhadap efek relaksasi tubuh adalah alfa-laktalbumin.

Asam amino penyusun alfa-laktalbumin yang terbesar adalah sistein dan triptofan. Sistein memiliki peran dalam respons imunitas tubuh.

Triptofan dan metabolit-metabolitnya merupakan komponen penting dalam sistem saraf.

Alfa-laktalbumin dapat meningkatkan rasio triptofan terhadap asam amino netral lainnya. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas serotonin otak, menurunkan konsentrasi kortisol dan dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap stres (Jelen dan Lutz, 1998).

Triptofan merupakan asam amino esensial yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan serotonin. Triptofan akan dikonversi menjadi serotonin di dalam tubuh. Konversi triptofan menjadi serotonin dibantu oleh vitamin B6 dan vitamin C. Serotonin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak.

Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit (pain-killing effect).

Fungsi serotonin dalam tubuh adalah sebagai modulator kapasitas kerja otak, termasuk juga regulasi stabilitas emosi, daya tangkap, dan regulasi selera makan (Bruno, 2003).

Serotonin dalam tubuh kemudian diubah menjadi hormon melatonin. Hormon ini diproduksi secara alami dalam tubuh apabila matahari sudah mulai tenggelam (mendekati senja). Hormon melatonin memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh dan rasa kantuk. Produksinya merupakan alarm alami tubuh yang mengingatkan tubuh untuk beristirahat.

Alfa-laktalbumin juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap kalsium (Renner et al, 1989). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peran kalsium dalam relaksasi tubuh juga sangat besar artinya.

Komponen lain

  • Selain mineral dan protein susu, ada beberapa komponen lain pada susu yang juga dapat memicu relaksasi tubuh.

Komponen-komponen tersebut dapat membantu mencegah dan mengatasi stres serta depresi dengan mekanisme yang saling sinergi.

Perbaikan sistem kekebalan tubuh juga dapat membantu mengurangi stres. Perbaikan ini dibantu oleh mineral seng (zinc), vitamin C dan vitamin B12, serta asam amino lisin. Mekanisme lainnya dalam mengurangi stres adalah dengan mengendalikan kadar glukosa darah yang dilakukan oleh biotin dan niasin.

Pemeliharaan dan peredaan ketegangan saraf serta pencegahan depresi juga dibantu oleh vitamin B1 (tiamin), asam folat, dan asam pantotenat. Vitamin B6 dan vitamin C yang ada pada susu turut membantu pembentukan serotonin dan hormon melatonin

oleh :
Prof DR Made Astawan Kepala Bagian Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

Contoh Kasus Insomnia

By Gank-Guan Djiwa
Ny T mengalami kesulitan memulai tidur dan hanya tidur kurang lebih tiga jam dalam satu malam tetapi setiap satu jam sekali selalu terbangun. Kondisi ini mengakibatkan Ny T selalu merasa tubuhnya tidak fresh dan berat badannya mengalami penurunan dari 52 kg menjadi 47 kg. Penyebab Ny T mengalami insomnia adalah suami Ny T menuduh Ny T telah berselingkuh karena hasutan tetangga yang tidak suka pada Ny T. Ny T berusaha menjelaskan pada suaminya bahwa dirinya tidak berselingkuh, tetapi suami Ny T tetap tidak percaya. Suami Ny T selalu marah-marah pada Ny T dan melarang Ny T untuk berbincang-bincang dengan tetangga di luar rumah. Suami Ny T juga pelit dalam memberikan uang belanja dan melarang Ny T untuk berdagang. Pada awalnya, Ny T berusaha untuk tidak terlalu serius dalam memikirkan masalahnya dan menuruti keinginan suaminya, namun suami Ny T tetap memperlakukan Ny T dengan buruk. Suami Ny T selalu memarahi Ny T sehingga Ny T selalu memikirkannya dan merasa tertekan. Ny T dan suaminya juga pisah ranjang. Ny T juga takut bercerita pada suaminya bahwa dirinya mengalami kesulitan tidur setiap hari.

Insomnia pada Remaja

By Gank-Guan Djiwa
INSOMNIA bisa disebabkan gaya hidup yang tak sehat atau gangguan fisik dan psikologis. Bayangkan, pada malam hari saat semua orang tertidur pulas, orang insomnia justru harus berjuang memejamkan mata.

Petang yang seharusnya menjadi "sinyal" alami tubuh untuk tidur pun tak bermakna sama pada orang insomnia. Ada rasa tidak nyaman bagi mereka yang mengalaminya. Beragam hal bisa menjadi penyebab insomnia,mulai masalah fisik, psikologis, hingga gaya hidup.

"Biasanya, kalau sudah lewat jam sebelas malam,mata sulit terpejam. Efeknya, sampai pagi tidak tidur," kata Sarah, 27, yang mengalami insomnia sejak duduk di bangku SMA. Dia menyangka, penyebabnya adalah beban pekerjaan rumah (PR) yang menumpuk dan les tambahan menjelang tes kelulusan. Setiap hari Sarah harus beraktivitas di sekolah sejak pukul 06.30 pagi hingga 18.30 petang. Akibatnya, sampai di rumah sudah kelelahan.

"Jam tujuh malam saya tidur dan terbangun jam sepuluh malam. Lalu mengerjakan PR sampai pagi. Jadi, waktu efektif tidur rata-rata hanya 3 jam. Kebiasaan ini berlangsung lebih dari setahun. Pas kuliah, saya masih sering kesulitan tidur," ujar penyuka sepak bola itu.

Pengalaman Sarah hanya sebagian kecil kasus insomnia pada remaja. Saat ini merebaknya game dan PlayStation yang membuat orang kecanduan, juga bisa menjadi pemicu kasus kesulitan tidur.Selain itu,kebiasaan anak muda nongkrong atau clubbing sampai pagi menambah daftar panjang remaja insomnia.

"Gaya hidup atau kebiasaan yang demikian memang bisa memicu insomnia karena yang bersangkutan menjadi terkondisi atau terbiasa. Namun, insomnia bisa juga disebabkan faktor lain seperti gangguan kesehatan fisik dan psikologis," kata psikiater anak dan remaja FKUI Tjhin Wiguna.

Tjhin menjelaskan bahwa kondisi kesehatan fisik seseorang yang kurang baik bisa membuatnya insomnia. Misalnya, pasien remaja berusia 16 tahun mengeluh insomnia. Setelah diperiksa, ternyata disebabkan gangguan arthritis rhematoid atau semacam gangguan sendi yang dideritanya.

Sementara dari sisi psikologis, remaja depresi juga rentan mengalami insomnia. Sebuah penelitian di Amerika yang dimuat dalam The Journal Sleep, belum lama ini, melaporkan bahwa insomnia pada anak atau remaja dapat memprediksikan kemungkinan gejala yang sama pada masa depannya.

Profesor ilmu perilaku dari Fakultas Kesehatan Umum Universitas Texas di Houston dan ketua tim studi tersebut, Robert E Roberts PhD, mengumpulkan data dari 4.175 partisipan remaja berusia 11- 17 tahun. Mereka diwawancarai dan diminta mengisi kuesioner tentang gejala kesulitan tidur yang mengarah pada insomnia, juga frekuensi dan durasinya.

Kesimpulannya, remaja dengan insomnia, terutama yang kronis,berisiko lebih besar terkena gejala somatis di masa depan, termasuk masalah psikologis. "Data kami menunjukkan, beban kasus insomnia pada remaja terkait kelainan psikologis lainnya seperti depresi, cemas,dantindakan abuse," kata Robert.

Pesan moralnya,lanjutnya, penyedia layanan kesehatan harus memberi perhatian lebih dalam mendeteksi dan menangani insomnia pada remaja. Insomnia dikategorikan sebagaigangguantidur, yangmana orang tersebut kesulitan untuktertidur, tetapterjaga,atau terbangundaritidurterlalucepat. Gangguan itu bisa digambarkan dengan berbagai kualitas tidur yang buruk.

Orang yang terlalu lelah bekerja seharian mungkin saja tidak mengalami insomnia. Namun, biasanya mereka mengeluh lelah, bosan atau depresi. Pada akhirnya, itu bisa berkontribusi pada gejala insomnia juga. Penanganan insomnia biasanya tergantung latar belakang penyebabnya.

Tjhin Wiguna menegaskan, orangtua yang punya anak remaja insomnia sebaiknya waspada jika sudah timbul keluhan yang mengganggu keseharian si anak. Misalkan sulit berkonsentrasi atau nilai ujian turun. Jika tak ada sebab medis atau psikologis umumnya tidak perlu diobati, cukup mengubah gaya hidup.

Sementara, jika ada keluhan medis atau insomnia yang disebabkan adanya penyakit. "Tentu harus diatasi dulu penyakitnya. Adapun jika disebabkan depresi, pemberian obat antidepresan juga dimungkinkan,"papar Tjhin.

Kaum remaja umumnya masih dalam masa pertumbuhan sehingga direkomendasikan tidur malam sekitar 9 jam per hari. The American Academy of Sleep Medicine mengemukakan beberapa tips bagi remaja, yang juga penting dibaca orangtua untuk membantu mengembangkan pola tidur yang sehat.

Cobalah tidur malam 9 jam setiap malam. Dengan tidur cukup, ketika bangun badan lebih bugar dan siap memulai hari dengan bersemangat. Bersantai sebelum tidur. Saat jam tidur, hindari kegiatan belajar yang terlalu memeras otak, berdiskusi, atau berolahraga yang menguras tenaga. Ciptakan nuansa tenang dan sepi sebelum tidur.

Matikan video dan berhentilah bermain game atau PlayStation. Atur pencahayaan yang tidak terlalu terang di kamar tidur. Pencahayaan temaram membuat badan "tune-in" bahwa inilah saatnya tidur. Sebaliknya, nyalakan lampu yang terang di pagi hari.

Bila perlu, lakukan olahraga atau gerakan ringan. Cobalah mengganti kekurangan jam tidur sebisa mungkin. Misalnya tidur sejenak, tapi jangan di sore hari. Tidurlah lebih lama di akhir pekan. Namun, jangan lebih dari 12 jam. Hindari konsumsi stimulan seperti kafein saat siang dan petang, apalagi menjelang tidur. Hindari juga mengemudi saat mata mengantuk.

Makanan jenis karbohidrat seperti snack dari beras atau gandum umumnya lebih memicu kantuk ketimbang makanan berlemak atau protein tinggi. Jika tak bisa tidur, bangkit dan pergilah ke ruang lain, lalu lakukan sesuatu. Merajut adalah salah satu yang terbaik. Sebab, pekerjaan ini cenderung monoton sehingga mengantar kita untuk terkantuk-kantuk